Bisnis.com, PADANG - Tidak adanya penerbangan internasional di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) akibat pandemi Covid-19 turut berdampak kepada angkutan kargo, yang mengalami penurunan volume 20 persen.
Station Manager PT Angkasa Pura Kargo Bandara Internasional Minangkabau Muhammad Rafi mengatakan penurunan frekuensi angkutan kargo mulai dirasakan sejak bulan Mei 2020.
Ketika itu kargo di BIM kehilangan produksi sebesar 70 persen seiring diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Sosial (PSBB) di sejumlah daerah termasuk di Sumatra Barat.
Namun ketika pemerintah melonggarkan PSBB PT Angkasa Pura Kargo yang merupakan anak perusahaan dari PT Angkasa Pura II melihat terjadi jumlah yang meningkat tepatnya di bulan Juni.
"Jadi di bulan Juni barulah terlihat terjadi peningkatan angkutan kargo dan kondisi terus terlihat sampai bulan Agustus. Dan di situasi itu dapat dikatakan telah kembali normal," katanya di Padang, Senin (19/10/2020).
Menurut dia, bila dilihat tahun lalu di mana belum adanya pandemi per tahunnya itu angkutan kargo di BIM rata-rata mencapai 1.100 ton hingga 1.300 ton. Melihat kondisi tahun ini Rafi pun memperkirakan frekuensi angkutan kargo berkisar 900 ton-1.000 ton hingga penutupan tahun 2020 ini.
"Jadi diperkirakan terjadi penurunan 10 hingga 20 persen untuk angkutan kargo tahun 2020 ini," ujarnya.
Selama pandemi ini frekuensi penerbangan di BIM per harinya itu hanya 10 hingga 12 penerbangan, baik itu kedatangan maupun keberangkatan. Sedangkan di tahun lalu kedatangan dan keberangkatan itu sampai 35 kali dalam satu hari.
Artinya penurunan frekuensi kargo juga dipengaruhi dengan jumlah frekuensi penerbangan komersil karena untuk mengangkut kargo di BIM itu menggunakan penerbangan komersil.
"Saat ini dalam sehari itu jumlah angkutan kargo berkisar 35 ton hingga 40 ton. Dimana untuk satu kali penerbangan itu angkutan kargo yang dibawa 3,5 ton hingga 4 ton," jelas dia.
Rafi menyebutkan dari frekuensi angkutan kargo itu ada sekitar 30 persennya merupakan angkutan komoditi, dan itu dilakukan setiap harinya dengan sistem transit. Komoditi yang diangkut itu bersifat komoditi hidup seperti lobster, kepiting, dan ikan hias.
"Sisanya adalah barang-barang lainnya dengan berbagai dimensi," sebut dia.