Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang Indonesia (Kadin) meramalkan penurunan angka Purchasing Manager's Index (PMI) akan kembali berada di bawah level 50,0 pada Oktober 2020.
Seperti diketahui, IHS Markit mendata PMI Indonesia turun ke level 47,2 per September 2020. Adapun, realisasi tersebut turun sekitar 288 basis poin (bps) dari angka Agustus 2020 di posisi 50,08.
"Permintaan mungkin stabil [pada September 2020] khususnya untuk bahan-bahan pokok. Tapi, supply-nya tidak ada, [makanya PMI September turun]. Menurut saya, [PMI Oktober] akan turun. Saya sudah tahu akan turun," kata Wakil Ketua Bidang Perindustrian Kadin Johnny Darmawan kepada Bisnis, Kamis (1/10/2020).
Johnny menyatakan kenaikan PMI per Agustus disebabkan oleh meledaknya permintaan akibat pembelian yang tertahan selama April-Juli. Walaupun utilisasi pabrikan secara konsolidasi masih di kisaran 40-50 persen, tingginya permintaan domestik membuat PMI per Agustus menembus level 50,0.
Terputusnya tren kenaikan PMI tersebut pada September disebabkan oleh kembali terganggunya alur distribusi manusia dan barang. Johnny berujar ada dua sebab, yakni kembali berlakunya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) penuh dan arus impor bahan baku yang terganggu.
"Apa yang mau diproduksi kalau bahan baku impornya terganggu?" ucapnya.
Baca Juga
Johnny meramalkan PMI sektor manufaktur dalam negeri belum akan menembus level 50,0 pada Oktober. Menurutnya, PMI Indonesia pada bulan depan tidak akan bergerak jauh dari posisi September 2020.
Sebelumnya, Johnny menilai PMI nasional akan sulit menembus level 50,0 dalam waktu dekat. Pasalnya, tingkat produktivitas sektor manufaktur belum dapat kembali seperti pra-pandemi karena harus disiplin melaksanakan protokol kesehatan.
Oleh karena itu, pemangku kepentingan diminta untuk membantu merangsang sisi permintaan. Seperti diketahui, stimulus yang diberikan oleh pemerintah sejauh ini mayoritas bertujuan untuk meringankan modal kerja pabrikan.
"Bisa saja [menembus level 50,0]. Saya tidak katakan tidak bisa, tapi rada berat. Karena manufakturing kita belum 100 persen full. Kedua, pasarnya masih tertutup," ucapnya.