Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Mal Rugi Rp200 Triliun Akibat PSBB dan Resesi Ekonomi

Ketika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan untuk kembali melakukan PSBB, para pengusaha menilai langkah pemulihan sektor ritel menjadi suram.
Suasana tenan makanan yang sepi di salah satu pusat perbelanjaan usai adanya anjuran untuk menjaga jarak sosial dan beraktivitas dari rumah untuk mencegah penyebaran virus corona di Jakarta, Senin (23/3/2020). Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) juga memprediksi penurunan penjualan ritel kuartal pertama 2020 turun hingga 0,4 persen dibanding dengan kuartal pertama tahun lalu. Bisnis/Nurul Hidayat
Suasana tenan makanan yang sepi di salah satu pusat perbelanjaan usai adanya anjuran untuk menjaga jarak sosial dan beraktivitas dari rumah untuk mencegah penyebaran virus corona di Jakarta, Senin (23/3/2020). Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) juga memprediksi penurunan penjualan ritel kuartal pertama 2020 turun hingga 0,4 persen dibanding dengan kuartal pertama tahun lalu. Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia memperkirakan angka kerugian akibat pemberlakukan PSBB dan penurunan daya beli bisa mencapai Rp200 triliun.

“Kami setahun itu sekitar Rp400 triliun. Kalau hanya boleh beroperasi 50 persen jadi turun Rp200 triliun logikanya. Tapi kan biayanya nggak bisa utuh,” katanya dalam dalam diskusi virtual ‘Dalam Keterpurukan Penyewa dana Pusat Perbelanjaan Menghadapi Resesi Ekonomi’, Senin (28/9/2020).

Dia merinci, para pengusaha ritel hanya boleh beroperasi hingga 50 persen untuk menjamin implementasi protokol kesehatan pada saat PSBB transisi. Pada saat ini pun, dia mengklaim para pengusaha belum bisa menutup kerugian sebelumnya.

Namun, ketika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan untuk kembali melakukan PSBB  maka langkah pemulihan sektor ritel menjadi suram.

Berdasarkan catatannya, jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan di sektor ritel dan pusat perbelanjaan sebanyak 3 juta orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 50 persen bekerja di pusat perbelanjaan.

Jika ada penurunan seperti itu, dia menyatakan pengusaha ritel pasti akan menyesuaikan operasional usahanya. Salah satunya dengan mengurangi karyawannya.

Tetapi dia menyebut para pengusaha lebih memilih merumahkan karyawan daripada melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Pasalnya, ongkos untuk melakukan PHK dan merekrut kembali pekerja yang sudah memiliki skill sangat besar.

Ketika pengusaha merumahkan para karyawannya, dia mengemukakan hal itu akan berpengaruh terhadap daya beli sehingga semua lingkaran ekosistem pun menjadi terdampak.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengemukakan kondisi pusat perbelanjaan sudah mengalami kesulitan luar biasa.

“Pusat perbelanjaan sudah defisit besar sejak bulan Maret, sejak Presiden Jokowi mengumumkan Covid masuk ke Indonesia, tingkat kunjungan langsung turun dan berlangsung sampai saat ini,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper