Bisnis.com, JAKARTA - Penurunan volume pengguna produk tembakau alternatif selama pandemi menjadi momentum bagi kalangan pelaku industri untuk mengusulkan perubahan penghitungan cukai produk tembakau alternatif, khususnya produk cairan vaporizer.
Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (Appnindo) sedang menggodok penghitungan cukai khusus untuk produk vaporizer sistem tertutup (closed-system). Pasalnya, penghitungan cukai saat ini dinilai tidak sesuai dengan produk closed-system.
"Untuk closed-system, [penghitungan cukainya] itu by cartridge, Rp17.100. Jadi, apakah isinya 1 mililiter atau 2 mililiter, [cukainya] sama Rp17.100. Kalau dibagi per mililiter malah lebih mahal dibandingkan liquid [cairan vaporizer] pada umumnya," kata Ketua Umum Appnindo Roy Lefrans Wungow kepada Bisnis, Kamis (17/9/2020).
Seperti diketahui, liquid dalam botol berukuran 15 mililiter memiliki cukai senilai Rp10.000, sedangkan dalam botol berukuran 30 militer mencapai Rp20.000. Dengan kata lain, cukai liquid dalam botol memiliki cukai sekitar Rp666 per mililiter, sementara liquid closed system bisa mencapai Rp5.700 per mililiter.
Hingga saat ini setidaknya telah ada tiga produk vaporizer dengan liquid closed system yang beredar di dalam negeri, yakni milik PT NCIG Indonesia Mandiri, JUUL Labs Indonesia, dan PT Relx Vape Indonesia.
Roy menyatakan tingginya cukai liquid closed system membuat pukulan yang dirasakan pelaku industri closed system lebih berat. Menurutnya, volume pengguna vaporizer closed system telah berkurang sekitar 60-70 persen akibat pandemi Covid-19.
Baca Juga
Angka tersebut jauh lebih rendah dari industri vaporizer nasional yakni di kisaran 28 persen. Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) mendata total pengguna vaporizer saat ini turun ke kisaran 1,8 juta orang dari posisi awal 2020 di kisaran 2,5 juta orang.
"Oleh karena itu kami sangat berharap tinggi ada tinjauan ulang, kalau tidak kita sulit untuk bertahan," ucapnya.
Ncig Internasional sebelumnya menargetkan akan membangun pabrikan liquid dan pengisian catridge di dalam negeri. Adapun, kapasitas pabrikan tersebut ditargetkan mencapai 10 juta cartridge per tahun.
CEO NCIG International Shariffudin Bujang berujar memutuskan untuk berinvestasi di Indonesia melihat potensi pasar rokok elektrik yang besar. Selain itu, ujarnya, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang telah melegalkan penjualan cairan rokok elektrik di Asia.
“Jadi, bagi saya ini sangat-sangat bagus dan tindakan pemerintah itu [legalisasi] cairan rokok elektrik] akan menjadikan Indonesia sebagai hub ekspor dan hub [industri] vapor Asia,” paparnya kepada Bisnis.
Shariffudin menambahkan pembangunan pabrik di dalam negeri juga dapat mengurangi biaya logistik perseroan yang cukup besar. Selama ini, imbuhnya, NCIG membuat cairan rokok elektrik di Malaysia dan mengirimkannya ke China untuk diisi ke dalam pod. “Jadi agak susah. Jadi kami fokuskan pod itu di refill di Indonesia dan diekspor,” tuturnya.