Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah Indonesia baru saja menandatangani kerja sama pembiayaan dengan Bank Dunia untuk proyek GREM (Geothermal Resource Risk Mitigation Facility) senilai US$190 juta.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu mengungkapkan komitmen pembiayaan yang disepakati pada akhir Agustus 2020 tersebut. Adapun rinciannya, dana senilai US$150 juta tersebut berasal dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) dan US$40 juta bersumber dari dana Clean Technology Fund (CTF).
"Fasilitas GREM ini bertujuan untuk menyediakan fasilitas pembiayaan dan mitigasi risiko atas kegiatan eksplorasi panas bumi, baik yang akan dilakukan oleh pengembang sektor publik [BUMN] maupun sektor swasta. Ini diharapkan dapat mengurangi risiko kegagalan di tahap eksplorasi," ujar Febrio dalam acara Digital Indonesia International Geothermal Convention (DIIGC) 2020, Rabu (9/9/2020).
Fitur khusus GREM adalah tersedianya fasilitas derisking atau skema risk sharing, di mana dalam hal terjadi kegagalan eksplorasi, pengembang tidak sepenuhnya menanggung risiko dan biaya eksplorasi.
Keberadaan fasilitas pembiayaan dengan fitur derisking untuk pengembangan di hulu (upstream) akan menurunkan risiko eksplorasi sebagai risiko terbesar yang dihadapi oleh pengembang panas bumi.
Dengan berkurangnya risiko di tahap ini, maka akan mendorong kegiatan eksplorasi semakin masif dan selanjutnya meningkatkan minat investor untuk berpartisipasi di sektor panas bumi.
Baca Juga
Proyek GREM dilaksanakan melalui mekanisme SLA (Subsidiary Loan Agreement) dari pemerintah kepada BUMN PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang sekaligus bertindak sebagai executing agency.
Selanjutnya, SMI akan mengelola dan menyalurkan fasilitas GREM kepada para pengembang. Khusus untuk pengembang BUMN (skema SOE drilling) penyaluran berdasarkan penugasan khusus dari Menteri Keuangan.
Sebaliknya untuk pengembang swasta (skema private drilling), penyaluran dilakukan melalui kesepakatan business to business.
Selain itu, untuk menunjukkan komitmen pemerintah mendorong pengembangan panas bumi, Kementerian Keuangan juga menyediakan berbagai macam insentif fiskal, seperti tax holiday atau tax allowance, pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta bea masuk impor.
Febrio mengatakan, pengembangan panas bumi sangat penting bagi Indonesia untuk mencapai target bauran energi 23 persen pada 2025. Di sisi lain, kontribusi panas bumi terhadap penerimaan negara juga cukup besar.
"Realisasi PNPB dari panas bumi selalu melebihi target. Pada 2020 ditargetkan mencapai Rp1,3 triliun dan diharapkan meningkat 7,1 persen pada 2021," katanya.