Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Kesehatan menegaskan rapid diagnostic test (rapid test) tetap dilakukan untuk pelaku perjalanan dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19.
Menanggapi adanya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 yang menyebutkan peniadaan rapid test, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto mengakui bahwa rapid test memang tidak digunakan untuk diagnostik.
“Penggunaan rapid test tetap dilakukan pada situasi tertentu seperti dalam pengawasan pelaku perjalanan,” kata Yurianto, dikutip dari Antara, Rabu (9/9/2020).
Dalam rangka pengawasan pelaku perjalanan domestik, Yurianto menjelaskan seluruh penumpang dan awak transportasi dalam melakukan perjalanan harus dalam keadaan sehat dan menerapkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian Covid-19.
Terkait hal ini, dia menegaskan bahwa peraturan penggunaan rapid test sebagai syarat bepergian bagi pelaku perjalanan masih berlaku.
Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan NO HK.02.01/MENKES/382/2020 tentang Prosedur Pengawasan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri di Bandar Udara dan Pelabuhan dalam rangka Penerapan Kehidupan Masyarakat Produktif dan Aman Terhadap Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
Baca Juga
Amanat penggunaan rapid test juga tercantum dalam Surat Edaran Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 9 Tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang Dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
“Para penumpang dan awak alat angkut yang akan melakukan perjalanan dalam negeri wajib memiliki surat keterangan hasil pemeriksaan RT-PCR negatif atau surat keterangan hasil pemeriksaan rapid test antigen/antibodi nonreaktif,” jelasnya.
Keduanya memiliki masa berlaku yang sama yakni paling lama 14 hari sejak surat keterangan diterbitkan. Kendati membawa surat keterangan dengan hasil negatif ataupun nonreaktif, masyarakat diimbau untuk selalu berhati-hati serta disiplin menerapkan protokol pencegahan dan pengendalian Covid-19 sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Health Alert Card (HAC) juga tetap wajib diisi oleh pelaku perjalanan sesuai pasal 36 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan agar dapat terus dipantau oleh dinas kesehatan setempat.
HAC dapat diisi secara manual maupun secara digital dengan mengunduh electronic HAC (eHAC). Yurianto menilai moda transportasi umum sebagai lokus interaksi dan berkumpulnya banyak orang berpotensi tinggi sebagai klaster baru penularan Covid-19.
Untuk itu, ia menilai diperlukan kewaspadaan dini sebagai langkah antisipasi serta upaya kontrol agar Covid-19 tidak semakin meluas.