Bisnis.com, JAKARTA - Kendati harga minyak mulai merangkak naik, PT Pertamina (Persero) belum berencana untuk mengembalikan anggaran investasi dan operasional perseroan pada level semula.
Untuk menjaga kinerja keuangan di tengah kondisi pelemahan harga minyak dunia dan pelemahan permintaan selama masa pandemi Covid-19, Pertamina memangkas anggaran capital expenditure (capex) dan operating expenditure (opex) sebesar 30 persen.
VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan bahwa hingga saat ini Pertamina mengatakan, alokasi anggaran capex dan opex perseroan masih pada skenario yang sebelumnya telah ditetapkan.
Dia menjelaskan, keputusan tersebut dengan mempertimbangkan kinerja dan kebutuhan capex atau opex perseroan.
“Kami masih monitor perkembangan selanjutnya,” katanya kepada Bisnis, Selasa (12/8/2020).
Sebelumnya, Pertamina menyiapkan dua skenario untuk merespon tekanan pada industri migas secara global selama masa pandemi Covid-19.
Baca Juga
Asumsi pertama yang dikategorikan dalam kategori berat, Pertamina menganalisa dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$38 per barel dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp17.500.
Pada skenario tersebut, pendapatan Pertamina diproyeksikan tergerus sebesar 38,37 persen dari RKAP tahun ini senilai US$58,33 miliar.
Sementara itu, pada skenario sangat berat, analisa Pertamina mengacu pada asumsi ICP pada level US$31 per barel dan dengan nilai tukar rupiah Rp20.000.
Mengacu pada skenario itu, Pertamina berpotensi kehilangan pendapatan sebesar 44,66 persen dari RKAP tahun ini.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan selain pendapatan tergerus, profit Pertamina bakal tergerus lebih dalam lagi. Pasalnya, ada kerugian selisih kurs yang harus dimasukkan.
“Kami capex dan opex menggunakan dolar Amerika Serikat, sementara penerimaan [banyak] menggunakan rupiah,” katanya