Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi pengembang meminta agar pemerintah merelaksasi sejumlah aturan agar dapat menstimulus program sejuta rumah.
Ketua Umum DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan bahwa saat ini persyaratan untuk membeli rumah segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sangat ketat yang tentu berdampak pada pembangunan program sejuta rumah.
"Kalau sekarang persayaratan cukup ketat ini. Ketatin untuk end user-nya untuk dapat KPR [kredit pemilikan rumah] di tengah pandemi, ini yang problem berdampak pada pembangunan sejuta rumah," ujarnya kepada Bisnis, Senin (10/8/2020).
Selain itu, katanya, untuk membangun rumah dalam rangka program sejuta rumah ini cukup berat. Pasalnya pemerintah meminta agar listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sudah terpasang dan pembangunan jalan di area rumah tersebut sudah ada dan selesai.
Lalu, dari sisi pembeli, ada persyaratan penghasilan maksimal Rp8 juta untuk dapat membeli rumah MBR.
"Di Solo gaji pokok Rp1,5 juta plus tunjangan-tunjangan yang cukup besar. Di Papua gaji Rp8 juta sangat kecil di sana karena biaya hidup yang mahal. Ini yang membuat hambatan selama ini," katanya.
Baca Juga
Oleh karena itu, Paulus menyarankan mengenai solusi yang bisa diambil pemerintah yakni memperlonggar aturan tersebut dari ketentuan minimum take home pay menjadi gaji pokok karena mempertimbangkan UMR di setiap provinsi bisa dinaikkan lagi batas maksimalnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengatakan bahwa program sejuta rumah dapat berjalan dengan baik jika mendapat dukungan seluruh pihak.
"Kondisi saat ini butuh bersinergi agar dapat mengatasi hambatan yang ada," ucapnya.
Para pengembang berharap supaya pemerintah dapat menyederhanakan syarat-syarat kepemilikan rumah, keringanan suku bunga kredit konstruksi, serta restrukturisasi pembayaran cicilan pokok dan bunga.
"Perlu ada relaksasi agar program sejuta rumah ini dapat tercapai. Penerapan aturan yang sangat ketat di tengah pandemi Covid juga ikut membawa dampak penurunan permintaan hunian. Kami optimistis dapat menyediakan rumah yang layak huni karena rumah masih menjadi kebutuhan bagi MBR," tutur Junaidi.
Apersi belum dapat mengetahui secara pasti berapa banyak rumah yang berhasil dibangun hingga akhir tahun ini dalam rangka program sejuta rumah. Tahun ini, asosiasi ditargetkan dapat membangun 100.000 unit rumah.
"Sulit tercapai di tengah kondisi seperti ini, belum lagi aturan yang ketat dan sulit membuat kami berat untuk melaju," ujar Junaidi.