Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan seluruh obat maupun senyawa yang memiliki klaim dapat mengobati Covid-19 harus melalui persetujuan BPOM. Jika tidak, pemilik senyawa dapat terjerat sanksi pidana.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM Maya Gustina Andarini menyatakan oknum yang menyebarkan obat tradisional atau senyawa lain tanpa nomor izin edar (NIE) akan dikenakan sanksi pidana jika terbukti. Sanksi pidana yang dimaksud adalah maksimum penjara 15 tahun dan denda Rp1,5 miliar.
"Itu biasanya kami mendalami dulu [kasusnya], sebetulnya [senyawa yang dimaksud] ini seperti apa," ujarnya dalam Jumpa Pers Klaim Obat Covid-19, Senin (9/8/2020).
Sebelumnya, seorang warga Bogor, Hadi Pranoto, mengklaim telah menemukan senyawa yang berasal dari tanaman obat yang dapat menyembuhkan Covid-19. Hadi menyatakan senyawa tersebut sebagai 'herbal' dan dapat memproduksi antibodi Covid-19.
Maya berujar pihaknya sedang melakukan investigasi terhadap senyawa tersebut. Maya menilai terdapat inkonsistensi dalam pernyataan-pernyataan yang Hadi berikan kepada awak media selama ini.
Di samping itu, Hadi mengklaim telah mendapatkan NIE dari BPOM. Walakin, Maya membantah klaim tersebut dan menegaskan produk yang dikomersialisasikan Hadi tidak mendapatkan persetujuan BPOM.
Baca Juga
Selain itu, Maya mengemukakan BPOM tidak akan mengijinkan komersialisasi produk yang tidak menjelaskan konten produk pada konsumen. Seperti diketahui, selama ini senyawa yang ditunjukkan oleh Hadi merupakan botol kecil berwarna bening berisi cairan berwarna cokelat tanpa.
Maya menyampaikan sebuah produk dapat dikomersialisasikan jika memiliki empat elemen dalam seuah produk, yakni KLIK atau kemasan, label, izin edar, dan tanggal kadaluarsa. "Kalau tidak lengkap, laporkan ke BPOM. Kalau sampai pelaku usaha menjual produknya dengan mengabaikan hak konsumen, dia [penjual] salah."
Di sisi lain, Maya menegaskan jamu, obat herbal, maupun produk fitofarmaka sampai saat ini belum dapat menyembuhkan Covid-19. Pasalnya, ketiga produk tersebut merupakan imunomodulator atau penguat kekebalan tubuh, bukan penyembuh penyakit.
Namun demikian, hingga saat ini BPOM terus mendorong industriwan jamu amupun fitofarmaka untuk terus meneliti senyawa baru. Hal tersebut berguna untuk mengisi permintaan suplemen kesehatan yang melonjak saat pandemi Covid-19.
Seperti diketahui, Hadi menyatakan telah melakukan riset terhadap Virus Corona dan pengembangan obat itu sejak 2000. Ia mengklaim obatnya itu berbeda dengan vaksin, karena tidak disuntikkan, melainkan diminum. Obat itu, kata dia, akan membentuk antibodi yang akan menjadi piranti keamanan tubuh.
“Bahan baku semuanya di Indonesia,” ujar Hadi.
Selain mengklaim menemukan obat antibodi, Hadi juga menyampaikan sejumlah pernyataan yang kontroversial, mulai dari adanya 1.153 jenis Virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, dan empat golongan Covid-19; SARS-CoV-2 yang sama dengan Virus Corona sebelumnya; dan harga tes swab digital yang harganya Rp10.000-Rp20.000.