Sejatinya setiap krisis ekonomi memang memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan yang fundamental. Pada dekade 1930, resesi ekonomi berkepanjangan di Amerika Serikat memunculkan program New Deal di bawah kepemimpinan Presiden Rosevelt yang kemudian berhasil membawa negaranya berjaya dalam jangka waktu lama.
Demikian pula krisis ekonomi dan politik di Indonesia pada 1997–1998. Terbentuknya bank sentral yang independen dan komisi persaingan usaha serta demokrasi ekonomi yang trcermin dari desentralisasi fiskal dan otonomi daerah merupakan contoh perubahan fundamental dalam perekonomian nasional pascakrisis.
Presiden Joko Widodo menyadari bahwa dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi bukan hanya akan berat dan panjang tapi juga merupakan kesempatan untuk melakukan perubahan fundamental dalam perekonomian nasional.
Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 82/2020 tentang Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian sebagai Ketua Komite Kebijakan dan Menteri BUMN sebagai Ketua Pelaksana. Pembentukan komite ini menimbulkan pro-kontra di publik dengan berbagai argumennya.
Bagi yang pro, pembentukan komite merupakan terobosan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 dan upaya pemulihan dan transformasi ekonomi yang lebih efektif. Mereka yang kontra justru berpendapat pembentukannya justru akan menimbulkan overlapping dan persoalan birokrasi baru.
Setidaknya, yang bisa dibaca dari kegalauan Presiden dalam berbagai kesempatan, ada dua pertimbangan dalam pembentukan komite ini. Pertama, Presiden menilai bahwa pandemi Covid-19 dan dampak ekonomi dan kesehatan yang ditimbulkannya akan berlangsung lama dan panjang sementara penanganan yang dilakukan selama ini masih business as usual, sehingga tidak efektif.
Kedua, Presiden menilai bahwa krisis yang dihadapi juga merupakan kesempatan untuk melakukan bukan hanya bagaimana memulihkan perekonomian untuk kembali on track, misalnya dengan mengembalikan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5%-6% tetapi juga mentransformasikan perekonomian nasional, sehingga tercipta perekonomian yang lebih kuat, adil dan mandiri.
Pada Pasal 3 disebut tugas dari Komite Kebijakan adalah menyusun rekomendasi kebijakan, mengintegrasikan dan menetapkan langkah-langkah pelakanaan kebijakan strategis, dan melakukan monitoring dan evaluasi dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 dan pemulihan serta transformasi ekonomi nasional.
Struktur perekonomian saat ini dinilai banyak memiliki kelemahan struktural. Dinilai timpang dalam berbagai sisi yakni ketimpangan pendapatan dan regional serta ketimpangan antara sektor modern dan tradisional maupun ketimpangan antar pelaku ekonomi. Inilah yang menjadi salah satu tugas penting komite.
Yang menarik, mengapa yang menjadi ketua pelaksana adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara dan apa implikasinya terhadap perekonomian nasional? Saya menduga bahwa penunjukan tersebut adalah karena yang bersangkutan memiliki instrumen yang dapat digunakan untuk bisa menggerakkan perekonomian melalui berbagai BUMN yang ada dalam komandonya.
Kita mengetahui saat ini bahwa sektor ekonomi mengalami penurunan aktivitas yang besar dan hampir semua pelaku mengalami dampak dari pandemi Covid-19 ini, sehingga sektor yang mampu menggerakkan perekonomian dan melakukan terobosan yang diperlukan adalah pemerintah melalui belanja negara dan BUMN yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah.
Perusahaan pelat merah hampir terlibat pada semua kegiatan ekonomi. Sumbangannya terhadap produk domestik bruto (PDB) cukup signifikan yakni sekitar 30%. BUMN juga memiliki peran ekonomi ganda yakni selain sebagai entity yang bersifat profit oriented tapi juga sebagai agent of development.
Dengan demikian dalam situasi ekonomi sekarang ini lebih mudah bagi pemerintah untuk mengandalkan BUMN dalam melakukan pemulihan dan transformasi ekonomi. Berbagai kegiatan ekonomi baik dari sisi penawaran maupun permintaan yang mungkin pada saat sekarang tidak menarik bagi sektor swasta untuk memasukinya karena besarnya resiko dan rendahnya insentif yang akan diperoleh bisa dilakukan oleh BUMN karena merupakan penugasan dari negara.
Hal lain dari perusahaan BUMN ini adalah keterkaitannya dengan pelaku ekonomi UMKM. Misalnya saja PT Perusahaan Nasional Madani (PNM) dan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) merupakan perusahaan yang didedikasikan untuk memperkuat dan mengembangkan sektor UMKM.
Demikian pula keberadaan PT Perkebunan Nusantara yang bergerak dalam pengembangan perkebunan yang melibatkan usaha perkebunan rakyat. Di sektor keuangan dan perbankan, peranan BUMN juga dominan. Dengan menggerakkan BUMN, pemulihan dan transformasi ekonomi nasional diharapkan bisa berjalan efektif.
Karenanya dalam jangka menengah kita akan melihat bahwa peranan BUMN dalam perekonomian akan lebih dominan. Namun apakah hal ini sehat untuk jangka panjang, masih merupakan sebuah tanda tanya. Hubungan pemerintah dan BUMN ini merupakan hal yang kompleks.
Peranan BUMN dalam perekonomian, baik dalam teori maupun praktek, masih terus mengundang pro-kontra apakah merupakan sebuah kebutuhan dan akan menciptakan ekonomi yang efisien atau sebaliknya (Reich, 2009; Eva and Patrick, 2010).
Namun untuk saat ini yang lebih penting adalah bagaimana komite untuk segera merancang kebijakan agar pemulihan dan transformasi ekonomi nasional berjalan lebih baik dan efektif. Publik ingin segera melihat kemajuan dalam penanganan Covid-19 dan pulihnya ekonomi.