Bisnis.com, JAKARTA -- Penjaminan pinjaman untuk segmen non-UMKM dan non-BUMN senilai Rp100 triliun yang diluncurkan oleh pemerintah diyakini berpengaruh positif terhadap sektor pariwisata.
Hal ini bakal berpengaruh positif jika berjalan secara simultan dengan penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan intervensi di dua sisi yang dilakukan secara serentak tersebut akan memberikan efek berganda serta memperbaiki permintaan pasar.
"Jika berjalan simultan, maka akan ada pembalikan demand dan efek multiplayer. Terutama terhadap sektor wisata domestik dan kegiatan usaha masyarakat lokal. Dengan asumsi, penyebaran Covid-19 dapat diperlambat. Ini tandanya negara turun untuk membantu supaya situasi tidak memburuk," ujar Hariyadi kepada Bisnis, Rabu (29/7/2020).
Di sisi permintaan, lanjutnya, intervensi pemerintah melalui penyaluran BLT, pencairan belanja operasional pemerintah untuk perjalanan dinas, penyewaan kamar hotel, katering, dan beberapa hal lain dinilai dapat meningkatkan permintaan pasar sehingga membantu pertumbuhan ekonomi di sektor pariwisata.
Sebelumnya, kata Hariyadi, PHRI mengusulkan agar pemerintah menyalurkan dana terpadu kesejahteraan sosial kepada pekerja formal di sektor pariwisata yang sejauh ini belum masuk dalam target pemerintah.
Perlu diketahui, program jaminan pinjaman yang diluncurkan pemerintah bertujuan menunjang keperluan korporasi padat karya atas tambahan kredit modal kerja agar dapat kembali melakukan aktivitas secara maksimal selama masa pandemi. Dengan demikian, pelaku usaha dapat menghindari aksi pengurangan tenaga kerja.
Sesuai dengan PP 43/2019 dan/atau padat karya sesuai PMK 16/2020, fasilitas penjaminan kredit modal kerja korporasi ditujukan kepada pelaku usaha korporasi yang memiliki usaha berorientasi ekspor dan/atau padat karya yang memiliki minimal 300 karyawan.
Pelaku usaha korporasi yang dijamin tidak termasuk kategori BUMN dan UMKM, dan tidak termasuk dalam daftar kasus hukum dan/atau tuntutan kepailitan serta memiliki performing loan lancar sebelum terjadinya pandemi Covid-19.
Besaran tambahan kredit modal kerja yang dijamin bernilai antara Rp10 miliar sampai dengan Rp1 triliun.
Dalam skema penjaminan kredit modal kerja korporasi, porsi penjaminan sebesar 60 persen dari kredit, tetapi untuk sektor-sektor prioritas porsi yang dijamin sampai dengan 80 persen dari kredit.
Sektor prioritas tersebut a.l. pariwisata, otomotif, TPT, alas kaki, elektronik, kayu olahan, furnitur, produk kertas, dan sektor usaha lainnya yang memenuhi kriteria terdampak Covid-19 atau memiliki dampak berganda yang tinggi bagi ekonomi.
Dalam skema ini, pemerintah menanggung pembayaran imbal jasa penjaminan sebesar 100 persen atas kredit modal kerja sampai dengan Rp300 miliar dan 50 persen untuk pinjaman dengan plafon Rp300 miliar sampai Rp1 triliun.
Skema penjaminan direncanakan berlangsung hingga akhir 2021 dan diharapkan dapat menjamin total kredit modal kerja yang disalurkan perbankan hingga Rp100 triliun.
Sesuai dengan PP 43/2019 dan/atau padat karya sesuai PMK 16/2020, fasilitas penjaminan kredit modal kerja korporasi ditujukan kepada pelaku usaha korporasi yang memiliki usaha berorientasi ekspor dan/atau padat karya yang memiliki minimal 300 karyawan.
Pelaku usaha korporasi yang dijamin tidak termasuk kategori BUMN dan UMKM, dan tidak termasuk dalam daftar kasus hukum dan/atau tuntutan kepailitan serta memiliki performing loan lancar sebelum terjadinya pandemi Covid-19.
Besaran tambahan kredit modal kerja yang dijamin bernilai antara Rp10 miliar sampai dengan Rp1 triliun.
Dalam skema penjaminan kredit modal kerja korporasi, porsi penjaminan sebesar 60 persen dari kredit, tetapi untuk sektor-sektor prioritas porsi yang dijamin sampai dengan 80 persen dari kredit.
Sektor prioritas tersebut a.l. pariwisata, otomotif, TPT, alas kaki, elektronik, kayu olahan, furnitur, produk kertas, dan sektor usaha lainnya yang memenuhi kriteria terdampak Covid-19 atau memiliki dampak berganda yang tinggi bagi ekonomi.
Dalam skema ini, pemerintah menanggung pembayaran imbal jasa penjaminan sebesar 100 persen atas kredit modal kerja sampai dengan Rp300 miliar dan 50 persen untuk pinjaman dengan plafon Rp300 miliar sampai Rp1 triliun.
Skema penjaminan direncanakan berlangsung hingga akhir 2021 dan diharapkan dapat menjamin total kredit modal kerja yang disalurkan perbankan hingga Rp100 triliun.