Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia disebut belum cukup mampu untuk melakukan hilirisasi hasil tambang secara mandiri sehingga membutuhkan transfer teknologi dari investor asing.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritian dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan pihaknya menyayangkan adanya keributan dalam membawa investor asing dan tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia untuk mendukung kegiatan hilirisasi. Menurutnya, Indonesia masih membutuhkan TKA dan investor asing untuk dapat transfer teknologi.
"Kita beruntung telah melakukan sharing teknologi sejak 6 tahun lalu. Kita butuh 5 tahun lagi ke depan untuk bisa menjadi mandiri agar bisa menjadi negara maju," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Sabtu (25/7/2020).
Menurutnya, Indonesia memiliki empat aturan yang tegas dalam menerima investor asing melakukan investasinya di Indonesia. Pertama, kepatuhan terhadap hukum mengenai lingkungan dan standar lingkungan regional dan global.
"Pembangunan yang berkelanjutan. Mereka enggak boleh bawa [teknologi] kelas 2, harus kelas 1 yang ramah lingkungan," katanya.
Kedua, investor diharapkan dapat mendidik tenaga kerja lokal sehingga mereka dapat memegang peranan kunci di masa depan. Ketiga, adanya kewajiban adanya transfer teknologi merupakan faktor penting dalam investasi. Bantuan pengembangan kapasitas untuk masyarakat sekitar juga tidak kalah pentingnya.
Baca Juga
Keempat, Indonesia akan memprioritaskan investor yang mau turut membantu dalam memberikan nilai tambah bagi Indonesia dalam mengolah sumber daya mineral.
"Orang tertarik investasi ke Indonesia karena kita tegas, karena bahannya cuman Indonesia yang banyak, tempat [negara] lain kualitasnya rendah. Kami juga enggak bisa dimain-mainin, kami ramah ke mereka. Morowali mana ada yang cukup, Konawe, Wedabe, enggak pernah ada yang cukup? Yang bilang cukup datangkan ke saya," ucapnya.
Luhut menuturkan sebanyak 500 orang investor dari China berhasil menciptakan sebanyak 5.000 lapangan kerja. Dia menerangkan para investor ini melakukan training, transfer teknologi, dan membangun politeknik dengan pabrik yang tentu bekerja sama dengan Kementerian Perindustria.
"Transfer teknologi dilakukan, mereka pun bisa mengekstrak kobalt ke low grade nickel ore sehingga enggak perlu impor dari Kongo Afrika. Mereka pun juga mau melakukan recylce baterai. Ini dilakukan B to B. Pabrik smelter itu ada di Morowali, Konawe Utara, Wedabe, Bintan, dan juga nantinya Kalimantan Barat. Kami akan buat Indonesia berimbang," tutur Luhut.