Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) belum menjadi prioritas pemerintah.
Staf Ahli Menteri ESDM Saleh Abdurahman mengatakan bahwa mengacu pada Kebijakan Energi Nasional (KEN) penggunaan energi nuklir dipertimbangkan sebagai pilihan terakhir dengan memperhatikan faktor keselamatan secara ketat. Selain itu, juga harus mempertimbangkan keamanan pasokan energi dalam skala besar, mengurangi emisi karbon, dan tetap mendahulukan potensi EBT.
"Inilah mengapa prioritas pengembangan energi akan kami optimalkan untuk EBT," ujarnya dalam webinar 'Menimbang Risiko PLTN di Indonesia – Tinjauan Sosial, Geologi, Ekonomi dan Ketahanan Energi', Selasa (21/7/2020).
Sementara itu, pergerakan transisi bauran energi dunia semakin bergeser ke arah EBT. Saleh mengatakan peningkatan bauran EBT di dunia tiap tahunnya terus meningkat, sementara hampir semua jenis sumber energi lainnya, termasuk nuklir, mengalami penurunan.
Peningkatan bauran EBT diproyeksikan akan semakin melesat di 2040. Berdasarkan proyeksi International Energy Agency (IEA), hingga 2040 pembangkit surya dan angin akan mendominasi bauran energi dunia.
"Apabila memang tren investasi seperti ini, diperkirakan investor luar juga akan mengikuti tren ini," kata Saleh.
Sementara itu, Ahli Teknologi Energi Puji Untoro mengatakan pengembangan PLTN memiliki dua risiko paling besar, yakni potensi ledakan dan limbah radioaktif yang dihasilkan. Peluruhan limbah nuklir dari bahan bakar utama, seperti Plutonium, bahkan bisa mencapai 24.000 tahun.
Puji menuturkan saat ini memang sudah muncul teknologi yang bisa memangkas masa aktif limbah dari ribuan tahun ke hitungan jam. Teknologi yang dikembangkan ilmuwan Prancis Gerard Mourou tersebut bernama Chirped Pulse Amplification (CPA).
"Teknologi untuk atasi limbah ini belum komersial. Ini memungkinkan limbah yang sekarang di simpan bisa dihancurkan dengan teknologi CPA. Namun, kalau pun ingin diimplementasikan butuh waktu 10 tahun," katanya.