Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi Kuartal II/2020 Terkoreksi, Ekonom: Kuartal III Belum Tentu Pulih

Pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 yang diproyeksikan turun lebih dalam dari proyeksi sebelumnya dinilai wajar saat ini.
Ilustrasi - Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I/2020 berdasarkan kawasan pulau.
Ilustrasi - Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I/2020 berdasarkan kawasan pulau.

Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II/2020 diprediksi akan terkontraksi pada kisaran -3,5 persen hingga -5,1 persen.

Proyeksi ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI terkait dengan penyampaian laporan semester I dan prognosis semester II Pelaksanaan APBN 2020, Kamis (9/7/2020).

Terkait kondisi itu, Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad berpendapat wajar jika pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 diproyeksikan turun lebih dalam dari proyeksi sebelumnya.

Menurutnya, karena pembatasan sosial berskala besar menyebabkan aktivitas ekonomi menjadi terhenti. Di sisi lain, penyaluran bantuan sosial juga masih rendah.

Tauhid pun menilai pertumbuhan ekonomi di kuartal III/2020 belum bisa tumbuh positif, sejalan dengan penyebaran Covid-19 yang semakin meluas dan belum menunjukkan tanda-tanda penurunan kasus positif baru.

"Jakarta, Jawan Timur, Jawa Barat, sumbangannya 45 persen ke PDB, ketiga daerah tersebut didominasi sektor perdanganan. Sementara sektor ini masih terhambat, maka kondisi ekonomi belum akan membaik," katanya, Kamis (9/7/2020).

Tauhid mengatakan realisasi belanja kementerian dan lembaga (K/L) pada semester I/2020 pun masih sangat rendah.

Menurutnya, kendala penyerapan anggaran yang masih rendah adalah masalah regulasi, misalnya proses pengadaan barang dan jasa di tengah pandemi yang masih mengharuskan adanya kegiatan fisik.

Kemudian, tim di KL yang bekerja secara aktif di situasi bisa dikatakan hanya separuh, sehingga ada hambatan komunikasi dan menyebabkan kinerja menjadi terhambat.

Kendala lainnya, berkaitan dengan data dan informasi, yang dinilai berperan penting di tengah situasi pandemi. Pada saat melakukan program yang sifatnya stimulus, data masih menjadi masalah, msialnya dalam penyaluran bansos dan stimulus umkm, sehingga eksekusinya menjadi lambat.

Selain itu, dari sisi penerimaan negara yang agak seret. Di sisi lain, kebutuhan besar dan harus menambah defisit. "Hal ini yang memengaruhi belanja. Mungkin juga terjadi kekosongan kas di cash management kita sehingga sedikit terhambat," katanya.

Menurut Tauhid, pemerintah perlu memberi perhatian pada beberapa hal untuk mempercepat penyerapan anggaran sehingga dapat berkontribusi menggerakkan pertumbuhan ekonomi.

Pertama, regulasi yang menghambat harus dipercepat. "Situasi pandemi jika tidak ada percepatan maka akan terhambat, adanya Perpres No. 72/2020 bisa memudahkan belanja lebih cepat dari biasanya, misalnya pengadaan tanpa harus pertemuan fisik," katanya.

Lebih lanjut, Tauhid mengatakan karena pemerintah kekurangan dana dan pembiayaan, komitmen Bank Indonesia sangat diperlukan untuk ikut menjadi bagian dalam masalah kekurangan dana.

"BI diharapkan dengan komitmennya berbagi beban bersama dengan pemerintah [burden sharing] bisa menambal defisit APBN," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper