Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nasib Beleid Perpajakan di Bawah Rezim Sri Mulyani

Pembahasan RUU KUP tidak jua sampai di meja Badan Legislasi meskipun telah masuk daftar Prolegnas. RUU itu memuat rencana pemisahan Ditjen Pajak dengan Kemenkeu yang memicu pro dan kontra di dalam Kementerian Keuangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) bersama dengan Direktur Jenderal Pajak (DJP) Suryo Utomo (kiri) menjawab pertanyaan wartawan usai melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan di Kantor DJP, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) bersama dengan Direktur Jenderal Pajak (DJP) Suryo Utomo (kiri) menjawab pertanyaan wartawan usai melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan di Kantor DJP, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Kendati telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) belum menjadi prioritas pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan menuturkan ada tiga regulasi yang masuk prolegnas prioritas tahun ini yakni revisi UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK), UU Bea Materai, dan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Namun setelah melakukan berbagai pertimbangan, dua RUU yakni RUU KUP dan RUU Bea Materai untuk sementara ditangguhkan dan akan dimasukan lagi Oktober mendatang.

"UU yang dibahas kemudian RUU tentang OJK," katanya dalam uji kelayakan calon Deputi Gubernur BI, yang dikutip Bisnis, Rabu (8/7/2020).

Terlepas dari UU mana yang diprioritaskan, pembahasan RUU KUP memang sejak awal menuai kontroversi. Apalagi, salah satu substansi dalam RUU itu adalah memisahkan kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Dalam catatan Bisnis, di lingkup Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri terdapat dua kutub yang mendukung integrasi dan mendukung independensi dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Kubu prointegrasi, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menganggap bahwa pajak bagaimanapun adalah kesatuan dari pengelolaan fiskal. Dengan demikian, keberadaan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tidak bisa dipisahkan dengan Kementerian Keuangan.

Sebaliknya, kubu proindependensi juga berkeyakinan - dengan tanggung jawab di bidang penerimaan yang lumayan besar - sudah semestinya pajak bisa bergerak secara leluasa. Ruang keleluasaan ini dalam menjalankan kebijakan maupun dalam konteks penggunaan anggaran.

Menariknya, persaingan dua kubu ini merembet ke banyak tempat. Tidak terkecuali, saat pemilihan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak. Terpilihnya Suryo Utomo, sebagai Direktur Jenderal Pajak pada tahun lalu, juga perlu dilihat dalam konteks persaingan dua kubu itu.

Suryo, banyak dikenal sebagai ‘orangnya Ibu’ (Sri Mulyani). Tidak heran, ketika dia terpilih sebagai Dirjen Pajak bisa juga dilihat sebagai kemenangan kubu integrasi. Hal ini tercermin dari beberapa kebijakan - kebijakan selama lebih dari enam bulan memimpin otoritas pajak.

Suryo Utomo sebenarnya bukan nama baru dalam bursa Dirjen Pajak. Dua tahun lalu, sebelum pemerintah menunjuk Robert Pakpahan sebagai Dirjen Pajak, Suryo Utomo juga disebut sebagai calon dirjen terkuat waktu itu.

Namun demikian, menurut kabar yang sempat terdengar, dia tidak jadi ditunjuk lantaran pihak istana tidak merestuinya. Selain itu, kabar lainnya juga menyebutkan bahwa namanya sempat masuk daftar hitam oleh sebuah lembaga milik pemerintah.

Menkeu Sri Mulyani Indrawati saat melantik Suryo Utomo cukup sumringah. Dia bahkan menganggap pemilihan sosok Suryo Utomo merupakan pilihan yang tepat.

"Perjalanan karir Anda, saya anggap sangat lengkap untuk bisa menyiapkan diri di dalam posisi sebagai Dirjen pajak yang dipercayai oleh bapak Presiden untuk bisa menjalankan tugas ini," kata Menkeu.

Sementara kubu proindependensi, sepertinya harus bersabar, karena di bawah rezim 'penguasa fiskal' saat ini upaya untuk mewujudkan konsep otoritas pajak yang merdeka tentu akan melewati jalan yang terjal. Bahkan, mungkin sulit terlaksana.

Terlepas pertarungan kubu proindependensi dan prointegrasi, pembahasan RUU KUP sangat penting. Belakangan ini, Kemenkeu memang telah mencantumkan RUU KUP masuk dalam rencana strategis (renstra) 2020 - 2024.

Masuknya RUU KUP dalam renstra dimaksudkan untuk menciptakan kepatuhan perpajakan sebagai kelanjutan dari kebijakan pasca tax amnesty guna meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan.

Peningkatan penerimaan ini akan dilakukan melalui penerapan prinsip pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang mudah, murah, cepat, berbasis teknologi dan informasi.

Namun, dari substansi di atas, rupanya penguatan institusi bukanlah prioritas utama dalam konsep RUU KUP di renstra Kemenkeu.

Dengan demikian, bisa jadi konsep "Lembaga Penerimaan" seperti yang tertuang dalam draf RUU KUP lama mungkin telah hilang atau dimatikan. Kalau itu benar, janji-janji dalam Nawacita jilid 1 tinggal kenangan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper