Bisnis.com, JAKARTA - Banjir impor asal Australia dan Hong Kong bisa terjadi jika perjanjian perdagangan bebas mulai diberlakukan, baik antara Indonesia-Australia (IA-CEPA) serta perdagangan bebas antara Asean-Hong Kong, China.
Seperti tercantum dalam PMK No.81/2020 (IA-CEPA) dan PMK No.79/2020 (Hong Kong) yang menegaskan pemberlakuan tarif bagi kedua perjanjian perdagangan bebas tersebut, hampir sebagian besar impor asal Australia dan Hong Kong mendapatkan tarif bea masuk 0% atau di bawah tarif tarif umum 10%.
Sapi, misalnya, salah satu komoditas impor peternakan asal Negeri Kanguru itu sudah dipastikan bebas bea masuk alias 0%.Total ada 10.813 komoditas impor asal Australia yang mendapatkan tarif preferensi, di mana sebagian besar 0%.
Begitupula dengan komoditas dari Hong Kong yang sebagian besar mendapatkan penghapusan atau penurunan tarif, meskipun untuk beberapa komoditas tarifnya tetap di atas tarif yang berlaku umum.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Syarif Hidayat mengatakan PMK Asean -Hongkong FTA (AHKFTA) dan PMK Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) telah ditandatangani dan berlaku masing-masing tanggal 4 dan 5 Juli 2020.
Secara khusus, fitur baru IA-CEPA adalah adanya skema Tariff Rate Quota (TRQ) untuk delapan kelompok barang terdiri dari 16 pos tarif atas importasi dari Australia.
Baca Juga
Kelompok barang tersebut yakni sapi hidup (jantan), kentang, wortel, jeruk (mandarins, clementines, wilkings, citrus hybrids), lemon dan jeruk nipis, feed grains, dan hot/cold steel coils, yang mendapatkan tariff 0%.
"Jika jumlah importasi masih dalam jumlah kuota tahunan yang telah disepakati, jika lebih akan dikenakan tariff yang berbeda," kata Syarif dikutip Bisnis, Senin (6/7/2020)
Syarif menjelaskan menjelang berlakunya kedua PMK tersebut telah dilakukan sosialisasi, baik untuk kalangan internal DJBC maupun eksternal. "Sosialisasi kepada eksternal dilaksanakan tanggal 3 Juli 2020," tukasnya.