Bisnis.com, JAKARTA - Industri petrokimia terdata memiliki kapasitas yang cukup untuk memasok bahan baku pembuatan spundbond polypropilene di dalam negeri. Namun demikian, sejauh ini belum ada pembahasan lebih lanjut.
Sejauh ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih mengandalkan impor untuk menjaga ketersediaan jubah medis berbahan spunbond polypropilene. Di sisi lain, Asosiasi Indutri Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas) mendata industri petrokimia dapat memasok setidaknya 2.000 tin polipropilene untuk memproduksi kain spundbond polypropilene.
"[Kapasitas produksi] itu sudah kami sounding ke Direktorat Jendeal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian. PT Chandra Asri Petrochemical bisa 1.000 ton, PT Polytama Propindo bisa 1.000 ton per bulan," ujar Sekretaris Jendeal Inapas Fajar Budiyono kepada Bisnis.com, belum lama ini.
Fajar melanjutkan pabrikan mulai meberikan perhatian padan produksi polypropilene setelah pandemi Covid-19. Alhasil, lanjutnya, saat ini pabrikan dapat memproduksi polypropilene dengan viskositas di kisaran 60-150 Melt.
Selain spundbond polypropilene, industri alat pelindung diri (APD) medis juga menggunakan kain woven polyester sebagai bahan bakunya. Fajar mendata saat ini pabrikan petrokimia nasional sudah dapat memproduksi sekitar 100.000 ton polyester per bulan.
Fajar menyampaikan industri APD medis masih mendapatkan sekitar 50 persen dari total kebutuhan polyester dari pasar global. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh ketidaksesuaian harga antara industri petrokimia lokal dan industri APD medis di dalam negeri.
Baca Juga
"Tapi kan tidak selamanya [harga polyester] dalam negeri mahal. Kalau posisi sekarang dengan penurunan tarif gas, [perjanjian] B2B [bussiness-to-bussiness] bisa lah [menggunakan polyester lokal]," katanya.
Seperti diketahui, Kemenkes, Asosiasi Produsen Serta dan Benang Filamen (APSyFI), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (Gugas), dan perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta industri pertekstilan nasional untuk meningkatkan kapasitas produksi APD. Alhasil, keputusan yang dihasilkan adalah peningkatan kapasitas produksi APD menggunakan kain woven polyester.
Adapun, bahan baku yang lazim digunakan untuk APD medis baik dalam bentuk masker maupun jubah adalah spundbond polypropilene. Namun demikian, setidaknya ada tiga alasan kenapa forum tersebut memutuskan untuk mengembangkan APD berbahan woven polyester.
Pertama, karakteristik kain woven polyester yang memungkinkan APD dari bahan tersebut untuk dicuci dan digunakan kembali. APSyFI mendata kain woven polyester hasil pengembangan untuk keperluan APD medis dapat digunakan 5-10 kali.
Kedua, ketersediaan serat polyester yang cukup banyak di dalam negeri. Ketiga, kapasitas produksi spunbond polypropeilene yang terbatas di dalam negeri. Berdasarkan catatan APSyFI, kapasitas produksi spundbond polypropilene di dalam negeri kurang dari 100.00 ton per tahun.
"Kalau impor [spundbond polypropilene] industri tidak tumbuh. Tapi, bersama APSyFI, kerja sama melakukan riset. Keluarlah APD dari woven polyester dan sudah lulus standar [medis] dan siap diserap," ujar Sekretaris Jenderal API Rizal Rakhman kepada Bisnis.com.