Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom: Program PEN Dijamin Tak Ulangi Kesalahan BLBI

Ekonom Aviliani menilai ketika BLBI itu tidak ada pengawasan dana restrukturisasi seperti saat ini dan dana PEN saat ini hanya diberikan pada institusi yang track record baik.
Ekonom Aviliani saat tampil membawakan Look MeLookmel pada acara trunk show 'Celebration' di Fashion Legacy, Lippo Kemang Village, Jakarta Selatan, Selasa (27/11/2018)./Bisnis-Nur Faizah Al Bahriyatul Baqiroh
Ekonom Aviliani saat tampil membawakan Look MeLookmel pada acara trunk show 'Celebration' di Fashion Legacy, Lippo Kemang Village, Jakarta Selatan, Selasa (27/11/2018)./Bisnis-Nur Faizah Al Bahriyatul Baqiroh

Bisnis.com, JAKARTA – Sejarah kelam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dalam merespon krisis ekonomi 1998 dijamin tidak akan terulang dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam merespon krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Ekonom Indef Aviliani mengatakan PEN yang saat ini digencarkan pemerintah guna mendorong sisi permintaan (demand) melalui stimulus dan bantuan dana kepada masyarakat diyakini tidak akan mengulang kesalahan pada krisis 1998 dalam kasus BLBI.

“Ketika BLBI itu tidak ada pengawasan dana restrukturisasi seperti saat ini secara ketat, dan dulu kan aturannya tidak seperti sekarang dana hanya diberikan pada institusi yang track record-nya bagus, tidak pernah menunggak kredit,” ujar Aviliani dalam Diskusi Publik Pemulihan Ekonomi Nasional Tepat Sasaran oleh Prodeep Institute, Sabtu (27/6/2020).

Hal inilah yang mendorong dalam mekanisme pengucuran dana subsidi bunga atas restrukturisasi usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang dikelola bank umum anggota bank negara (Himbara). Selain itu, pada zaman BLBI belum ada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bertugas mengawasi mekanisme restrukturisasi keuangan.

“Namun agar kredit ini efektif, saya menyarankan sisi demand ini diurus dulu. Demand dulu, lewat BLT [bantuan langsung tunai], sembako, semua digenjot dulu dari pemerintah dan harus dikaitkan demandnya dengan produksi dalam negeri,” ungkap Aviliani.

Dia menyatakan dari total 15,29 juta debitur potensial merestrukturisasi kredit ada 41 persen sudah melakukan restrukturisasi. Sebesar 42 persen debitur non UMKM, dan 40 persen debitur UMKM juga sudah merestrukturisasi kredit.

Sampai dengan 10 Juni 2020 lalu, nilai restrukturisasi kredit pun mencapai Rp655 triliun. sebesar Rp356 triliun dari non UMKM, dan Rp298 triliun dari UMKM.

Setelah mencatatkan beberapa tantangan transmisi likuiditas sektor rill ke perbankan. Dari sisi rumah tangga, saat ini banyak masyarakat kehilangan pekerjaan, penurunan pendapatan, penurunan daya beli, tidak mampu membayar kredit, dan mengalami masalah kesehatan.

Dari sisi UMKM, terjadi penurunan aktivitas bisnis akibat PSBB, penutupan usaha, dan ketidak mampuan membayar angsuran. Dari sisi korporasi, terjadi penurunan permintaan, perusahaan pun mengurangi produksi, melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan, kesulitan cash flow, dan restrukturisasi kredit. Dari sisi investasi asing, terjadi capital outflow, konversi dari investasi berisiko tinggi ke yang rendah.

Semua dinamika itu memberikan dampak ke sektor perbankan, misalnya permintaan restrukturisasi kredit, terjadi masalah likuiditas, penurunan solvabilitas, dan tekanan terhadap pasar uang dan pasar modal. Dinamika lain sebagai imbas dari sektor rill adalah nilai tukar yang rentan serta ancaman terhadap stabilitas sistem keuangan.

Oleh sebab itu untuk merevitalitasi sektor riil, Aviliani menegaskan demand side penting diatur. Secara sosial pengaturan dan penyelamatan ini agar meredam potensi gejolak publik jika pendapatan masyarakat menurun terus dan konsumsi terganggu. Revitalisasi dan penguatan sisi permintaan ini menjadi penting karena kondisi ketidakpastian atas Covid-19 kemungkinan besar masih akan lama.

“Tren ini diprediksi mulai mereda jika vaksin sudah ditemukan, vaksin pun memakan waktu lebih dari 6 bulan sampai setahun. Artinya potensi pulihnya masih tidak pasti, ini perlu diantisipasi,” ungkap Aviliani.

Asal tahu saja saat ini sejumlah langkah sudah dilakukan pemerintah mendorong sisi permintaan yakni dengan perlindungan sosial melalui; program keluarga harapan, kartu sembako, diskon listrik, bantuan tunai non-Jabodetabek, bantuan langsung tunai dana desa, dan kartu pra-kerja.

Sementara perbaikan dari sisi supply antara lain; memberikan subsidi bunga, penempatan dana restrukturisasi UMKM dan padat karya, penjaminan, insentif pajak, dukungan insentif dan stimulus bagi pemda, BUMN, dan sektor pariwisata.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper