Bisnis.com, JAKARTA - Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan pemerintah terus memperbaiki skema pemberian dana transfer pusat ke daerah.
Menurutnya, alur pemberian anggaran kepada daerah, seperti dana alokasi umum (DAU), dana bagi hasil (DBH), dana alokasi khusus fisik (DAK), dan dana desa menyesuaikan dengan aturan dan kebutuhan masing-masing pemerintah daerah.
"Dari semua bentuk dana transfer daerah, sudah based on formula. Namun, reformasi kebijakan memang membidik pemberian berdasarkan performance [kinerja]," katanya dalam sesi Webinar yang diselenggarakan Bank Dunia (World Bank), Selasa (23/6/2020).
Dia menilai ada tiga tahapan yang harus dilalui sebelum pemerintah pusat mencairkan dana untuk daerah. Pertama, tahap teknoratik dimana Kementerian Keuangan menghitung asumsi RAPBN dan pemerintah daerah menyerahkan proposal untuk penggunaan anggaran tertentu.
Kedua, anggaran dana transfer daerah akan dibahas bersama dengan DPR atau masuk dalam proses politik.
"APBN itu hasil proses politik bersama pemerintah dan DPR ditetapkan bentuk Undang-undang. Setelah disetujui, anggaran bisa diimplementasikan kepada masing-masing pemda," jelasnya.
Baca Juga
Di kesempatan yang sama, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil melayangkan protes kepada pemerintah pusat terkait dana transfer daerah. Menurutnya, alokasi dana untuk daerah saat ini tidak dibagikan secara adil dan rentan dengan keputusan politik.
Dia memberi contoh anggaran dana desa untuk provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur. Dengan total jumlah penduduk sebanyak 48 juta jiwa, dia mengungkapkan Jawa Barat menerima Rp71,6 triliun. Sementara itu, Jawa Timur mendapat RpRp79,3 triliun dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit dibandingkan Jawa Barat.
"Saya ingin ungkapkan persoalan yang dialami pembagian dana transfer pusat ke daerah tidak adil. Perbedaan [antara yang didapat Jabar dan Jatim] Rp7,6 triliun. Saya harus mengelola lebih banyak penduduk, tetapi dengan dana yang lebih sedikit," katanya