Sampah merupakan material yang terus dihasilkan oleh manusia, sehingga harus dikelola secara terus menerus tanpa henti. Ketika terjadi gangguan dalam pengelolaan sampah di suatu daerah, maka dalam waktu singkat terjadi penumpukan sampah di pinggir-pinggir jalan.
Berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengelolaan sampah di antaranya gangguan di transportasi sampah dan kerusakan instalasi pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Setiap tahunnya, sampah yang dihasilkan di Indonesia sekitar 65,8 juta ton. Jumlah tersebut akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Tantangan pengelolaan sampah menjadi lebih berat karena rendahnya indeks perilaku ketidakpedulian lingkungan untuk kategori pengelolaan sampah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, indeks perilaku ketidakpedulian lingkungan berkategori pengelolaan sampah adalah sebesar 0,72%, yang berarti 72% masyarakat belum peduli masalah sampah.
Berdasarkan UU No. 18/2008, tanggung jawab pengelolaan sampah berada di pemerintah dan pemerintah daerah. Jika kita melihat dengan menggunakan sudut pandang wilayah administrasi terkecil, yaitu kabupaten/kota, maka tanggung jawab atau kewajiban pengelolaan sampah berada di kabupaten/kota tersebut.
Tantangan yang ada dalam pengelolaan sampah di level kabupaten/kota adalah kapasitas fiskal dan sumberdaya manusia yang ada.
Rata-rata anggaran pengelolaan sampah pemda adalah sebesar 0,07% dari total anggaran APBD, sangat sedikit, jika dibandingkan tanggung jawab pemda dalam pengelolaan sampah, seperti pemeliharaan dan perbaikan fasilitas pengelolaan sampah termasuk alat transportasi serta peningkatan kapasitas sumberdaya manusia. Idealnya, jumlah dana yang disediakan adalah sebesar 3%—4% dari total anggaran APBD.
Minimnya anggaran pengelolaan sampah, membuat pemda harus berpikir kreatif. Pada saat ini, menggantungkan harapan pada APBD sangat sulit karena pada masa pandemi Covid-19 membuat mayoritas pendapatan asli daerah menurun sehingga membuat pemda melakukan efisiensi.
Kreativitas pemda dalam pengelolaan sampah perlu mempertimbangkan dua target, yaitu mengurangi jumlah sampah yang ada di TPA serta mendapatkan pendapatan dari pengelolaan sampah sebagai bonusnya.
Pengurangan jumlah sampah di TPA menjadi sangat penting agar dapat memperpanjang umur teknis dari tempat itu, terlebih mayoritas pengelolaan sampah di TPA menggunakan sistem sanitary landfill yang membutuhkan lahan yang luas.
Pendapatan dari pengelolaan sampah menjadi tantangan tersendiri bagi pemda karena mempertimbangkan kapasitas SDM, teknologi dan finansial. Pemda dapat melibatkan swasta dalam menghasilkan pendapatan dari pengolahan sampah.
Pelibatan swasta diharapkan dapat memberikan alih teknologi yang teruji dan meningkatkan kapasitas SDM. Pendapatan dari pengolahan sampah dapat dilakukan dengan menggunakan sampah sebagai bahan baku penghasil listrik, pupuk, produk daur ulang, dan refuse derived fuel (RDF).
Dana Lingkungan
Mengajak investor untuk ikut mengolah sampah menjadi produk tidak mudah, mengingat keuntungan jadi salah satu tujuan investor. Sayangnya, beberapa produk dari sampah belum menunjukkan nilai kelayakan proyek, misalnya pengolahan sampah jadi listrik dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)
Menurut Baker Mc Kenzie Report pada April 2018 berjudul Indonesian Government publishes 2017 Cost of Generation (BPP) figures, biaya pembangkitan listrik di Indonesia berkisar antara US$7,55 sen-US$20 sen/Kwh, sedangkan BPP listrik nasional Tahun 2020 adalah US$7,86 sen/Kwh. Jadi, biaya pembangkitan listrik oleh investor akan lebih tinggi dari BPP listrik nasional.
Salah satu cara agar biaya produksi rendah adalah dengan mendapatkan bunga yang rendah kepada investor.
Namun, penurunan bunga sulit dilakukan oleh bank atau lembaga pembiayaan lainnya. Salah satu alternatif pembiayaan yang dapat digunakan adalah dana lingkungan yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Berdasarkan PP No. 77/2018 pasal 6 ayat 2, salah satu mekanisme penyaluran dana lingkungan hidup adalah melalui pinjaman. BPDLH dapat mempertimbangkan untuk memberikan pinjaman bagi pengolahan sampah karena merupakan salah satu upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pemda dapat mengurangi sampah secara signifikan karena dengan teknologi pengolahan sampah menjadi listrik dapat mereduksi sampah hingga 90%. Kemudian dengan dukungan pinjaman menggunakan dana lingkungan yang memiliki bunga rendah, maka hasil pembangkitan listrik dapat memenuhi kelayakan proyek dan membantu mengurangi biaya pengelolaan sampah.
Jadi, dana lingkungan dapat menjadi solusi dalam pengolahan sampah.
*Opini ini merupakan pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan tempat penulis bekerja.