Bisnis.com, JAKARTA – Pandemi virus corona tengah memporak-porandakan ekonomi dunia dan memberikan dampak yang sangat signifikan bagi banyak bisnis dan masyarakat di seluruh dunia.
Dalam laporan kuartalan, Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan terkontraksi hingga 6 persen tahun 2020 akibat pandemi ini.
Proyeksi ini bahkan lebih buruk dari perkirakan Bank Dunia sebesar minus 5,2 persen. ini didasarkan pada skenario penyebaran virus yang mereda. OECD memperkirakan, jika ada gelombang kedua pandemi perekonomian akan terkontraksi hingga 7,6 persen.
Kejatuhan Akibat Pandemi
Mengingat dampak pembatasan dan lockdown mulai terlihat, prospek pertumbuhan ekomi tersebut tidak mengejutkan. Tetapi OECD juga menyoroti tekanan yang semakin dalam akibat virus corona, termasuk kesenjangan ekonomi yang luas di berbagai negara berdasarkan tingkat keparahan wabah, sistem kesehatan, dan kapasitas fiskal pemerintah untuk merespons.
Baca Juga
Pembatasan perdagangan dan lockdown telah meningkatkan ketidaksetaraan antara pekerja, dengan yang termuda dan paling tidak produktif terkena dampak paling besar.
Dengan beberapa sektor menghadapi kerusakan jangka panjang, OECD memperingatkan kemungkinan peningkatan gelombang kebangkrutan perusahaan dan PHK yang berkelanjutan. Pemerintah harus menyesuaikan dukungan untuk membantu transisi itu dan memberikan perlindungan.
"Pada akhir 2021, hilangnya pendapatan melebihi dari resesi sebelumnya selama 100 tahun terakhir di luar masa perang, dengan konsekuensi yang mengerikan dan berlangsung lama," kata kepala ekonom OECD Laurence Boone, seperti dikutip Bloomberg.
“Pandemi telah mempercepat pergeseran dari integrasi besar menjadi ‘fragmentasi besar’,” lanjutnya.
Dilema Kebijakan
Dalam prospeknya, OECD memperkirakan ekonmi menyusut lebih dari 7 persen pada tahun 2020 dalam "tanpa gelombang kedua" sementara eropa akan terkontraksi 9 persen. Italia, Prancis, dan Inggris Raya akan menyusut lebih dari 11 persen.
Ini merupakan tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi pemerintah, yang telah menghabiskan miliaran untuk mempertahankan bisnis dan tenaga kerja sampai ekonomi dibuka kembali. OECD mengatakan para pembuat kebijakan harus menghadapi dilema antara terus mengeluarkan banyak biaya untuk memberikan jaring keselamatan bagi penduduk atau segera mengakhiri pembatasan.
"Ketidakpastian ini sangat tinggi dan menjadi hal yang paling sulit dalam krisis ini. Segala sesuatunya harus berkembang dari minggu ke minggu karena situasinya dapat berubah secara dramatis," kata Boone.
Dukungan yang Kuat
Pemerintah harus memberi perhatian khusus kepada yang paling rentan terkena dampak. Pekerja muda dan bergaji rendah merupakan bagian terbesar dari tenaga kerja di sektor-sektor yang paling rentan terhadap kehilangan pekerjaan dan risiko kesehatan, sementara pekerja yang berkualifikasi tinggi sebagian besar dapat bekerja di rumah.
"Di mana-mana, lockdown juga memperburuk ketidaksetaraan antar pekerja," kata Boone.