Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) melaporkan, ekspor produk minyak kelapa sawit pada April 2020 mengalami penurunan dari bulan sebelumnya.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Gapki, volume ekspor minyak kelapa sawit pada April 2020 turun 77.000 ton dari Maret 2020. Penurunan itu terdiri dari 44.000 ton dari refined palm oil dan 33.000 ton dari minyak kelapa swit mentah (crude palm oil/CPO). Adapun total ekspor minyak sawit pada April 2020 mencapai 2,65 juta ton.
“Berdasarkan tujuannya, penurunan terbesar terjadi ke Bangladesh, Afrika dan Timur Tengah masing-masing dengan 118.620 ton dan 56.000 ton karena impor yang besar ketiga negara tersebut pada bulan Maret,” ujar Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono, seperti dikutip dari siaran persnya, Senin (8/6/2020).
Sementara itu, kenaikan ekspor terjadi di Pakistan pada April 2020 dari bulan sebelumnya dengan naik 100 persen menjadi 201.000 ton. Hal ini disebabkan oleh impor yang rendah pada Maret 2020. Adapun, ekspor ke China naik 37 persen menjadi 417.000 ton pada April 2020, meskipun capaian itu lebih rendah dari ekspor ke negara yang sama pada April 2019 yang menembus 730.000 ton.
“Sedangkan ekspor ke India dan Uni Eropa juga menunjukkan sedikit kenaikan. Tren yang positif ini diperkirakan akan berjalan terus dengan semakin meredanya pandemi Covid-19,” lanjutnya.
Di sisi lain, Mukti mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 yang telah berjalan lebih dari dua bulan, kegiatan operasional di perkebunan kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit masih berjalan normal dengan mengikuti protokol pencegahan secara disiplin.
Baca Juga
Produksi CPO pada April naik 12,6 persen dari Maret, sedangkan konsumsi dalam negeri turun 6,6 persen. Selain itu, harga CPO turun dari rata-rata US$636 per ton pada Maret menjadi US$516 per ton Cif Rotterdam pada April. Sementara itu nilai ekspornya turun 10 persen dari US$1,82 miliar pada Maret 2020 menjadi US$1,64 miliar pada April 2020.
Selain itu, dibandingkan dengan Januari-April 2019, produksi CPO Januari-April 2020 lebih rendah 12,2 persen, konsumsi dalam negeri naik 6,2 persen. Adapun volume ekspor lebih rendah 12,1 persen dan nilai ekspor 9,4 persen lebih tinggi US$6,96 miliar dibandingkan US36,37 miliar.
“Produksi yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu merupakan efek bawaan dari kemarau panjang tahun lalu,” ujar Mukti.
Meningkatnya produksi pada April 2020 diharapkan merupakan titik awal fase kenaikan produksi musiman pada 2020.
Di samping itu, konsumsi dalam negeri pada April dibandingkan Maret turun 98 .000 ton yang disebabkan turunnya konsumsi biodiesel sebanyak 113.000 ton. Kondisi itu terjadi akibat turunnya mobilitas masyarakat.
PSBB diduga menyebabkan konsumsi CPO untuk keperluan pangan pada April 2020 naik hanya 4.000 ribu menjadi 725.000 ton. Sedangkan konsumsi oleokimia naik 11.000 ton menjadi 115.000 ton yang dikarenakan meningkatnya pemakaian hand sanitizer dan sabun.
Konsumsi oleokimia diperkirakan masih akan bertahan meskipun ada pelonggaran PSBB karena protocol covid-19 masih tetap diterapkan.