Bisnis.com, JAKARTA - Pelebaran ruang fiskal melalui penetapan defisit di angka 6,34 persen dari produk domestik bruto (PDB) berisiko mengerek tingkat rasio utang terbadap PDB.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan tingginya kebutuhan utang dalam APBN pandemi ini akan mencapai 37,6 persen pada 2020 dan pada 2023 tembus di angka 38,3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
"2020 - 2023 merupakan proyeksi yang dipengaruhi dinamika perekonomian dan kebijakan yang ditempuh pemerintah," tulis Kemenkeu yang dikutip Bisnis, Rabu (3/7/2020).
Adapun untuk tahun ini, otoritas fiskal telah memproyeksikan bertambahnya alokasi belanja negara ini kemudian memicu pembengkakan outlook pembiayaan. Jika skema outlook anggaran sebelumnya mematok pembiayaan defisit di angka Rp1.028,5 triliun, skema terbaru menjadi Rp1.039,2 triliun.
Kendati demikian, Kemenkeu juga merinci total kebutuhan pembiayaan bruto tahun 2020 yang senilai Rp1.645,6 triliun. Jumlah ini terdiri atas pembiayaan utang netto senilai Rp1.218,9 triliun dan utang yang jatuh tempo senilai Rp426,6 triliun.
Sebagian besar kebutuhan utang pemerintah akan dipenuhi dengan penerbitan surat berharga negara (SBN). Total SBN yang dibutuhkan senilai Rp1.497,6 triliun (netto). Sedangkan, total SBN bruto mencapai sebesar Rp1.533, 1 triliun.
Dengan total realisasi SBN - 20 Mei 2020 kemarin yang mencapai Rp420,8 triliun dan penurunan giro wajib minimum perbankan yang mencapai Rp110,2 triliun. Total kebutuhan SBN Juni - Desember 2020 mencapai 1.002,1 triliun.