Bisnis.com, JAKARTA — Setelah era pembatasan sosial berskala besar berakhir, lembaga pemerintah maupun swasta, bisa turut membantu membangkitkan lagi usaha angkutan jalan dengan mengakomodasi skema bisnis antar jemput buat karyawan mereka.
Hal ini diungkapklan oleh pemerhati masalah transportasi Unika Soegijapranata sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno, Selasa (2/6/2020).
Menurut Djoko, kenormalan baru di bidang transportasi jangan lagi dititikberatkan pada pengaturan angkutannya, tetapi harus pada pengaturan mobilitas orangnya.
"Sektor yang menuntut pekerja harus datang ke tempat kerja, perlu diatur jadwal kerjanya sehingga bervariasi pergerakan orangnya, tidak menumpuk pada jam yang sama seperti masa sebelum pandemi," jelasnya.
Oleh sebab itu, jika mengacu pada saran Menteri Kesehatan, kantor bisa menyediakan sendiri kebutuhan angkutan untuk para karyawannya agar terjamin protokol kesehatan terutama menjaga jarak fisik.
"Menyediakan angkutan bagi karyawan bekerja sama dengan perusahaan transportasi umum dapat membantu bisnis perusahaan transportasi umum yang sedang alami menuju titik nadir bisnis. Ini juga agar pada saat penerapan new normal, khususnya di Jabodetabek tidak timbul kekacauan di sektor transportasi," tambahnya.
Baca Juga
Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan membenarkan ide ini. Pasalnya, protokol kenormalan baru bukan berarti nihil pembatasan.
"Jadi, kalau pun, misalnya, beberapa angkutan ini dialihkan untuk antar jemput karyawan, baik itu ASN [aparatur sipil negeri], BUMN, atau karyawan swasta, tentunya lebih bisa terkontrol, protokol kesehatan jadi tetap bisa dilaksanakan secara efektif," ungkapnya, Selasa (2/6/2020).
Shafruhan mencontohkan suatu mal yang telah buka ingin bekerja sama dengan perusahaan otobus untuk menerapkan antar jemput karyawan untuk melindungi pegawainya.
"Armadanya bisa ditentukan, di luar jam berangkat dan jam pulang bisa dimanfaatkan untuk yang lain. Namun, pada saat jam masuk, katakanlah, pukul 10 dan jam pulang, misalnya, pukul 8 hingga 9, itu kan waktunya fix, bisa kita kontrol dari jumlah pegawainya berapa, kita siapkan armadanya berapa sesuai standar kapasitas new normal," jelasnya.
Harapannya, skema bisnis baru semacam ini bisa membangkitkan iklim bisnis perusahaan angkutan jalan, terutama angkutan orang, yang tengah terpuruk.
Selain itu, menurut Shafruan, pemerintah juga bisa ikut mengambil bagian membangkitkan lagi bisnis angkutan jalan lewat protokol kenormalan baru dengan kewajiban penggunaan nontunai dan subsidi tarif.
Hal ini karena penerapan jarga jarak fisik di transportasi umum akan berpengaruh terhadap kapasitas orang di setiap armada. Apabila tak ada intervensi tarif dari pemerintah, tentu layanan transportasi akan menjadi lebih mahal.
"Supaya terkontrol, bisa pakai sistem digital, kita harus memanfaatkan IT [information technology]. Makanya harus ada kartu, penggunaan nontunai. Supaya kontrolnya terjamin. Terlebih, uang tunai itu kan ternyata juga bisa ikut [menjadi media] menyebarkan virus," jelasnya.