Bisnis.com, JAKARTA — Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia terus memperjuangkan nasib sektor properti di tengah pandemi virus corona baru penyebab Covid-19. Segala usulan telah disampaikan ke pihak terkait meskipun belum terbalaskan.
Ketua Umum DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan bahwa REI sampai hari ini belum menerima kepastian dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan instansi lainnya soal usulan yang disampaikan.
"Sampai hari ini OJK memang belum melaksanakan dengan sepenuh hati sehingga para perbankan swasta dan Himbara [Himpunan Bank-Bank Negara] masih negosiasi dengan debitur baik itu pemohon KPR maupun developer," katanya dalam webinar, Jumat (29/5/2020).
Ada sejumlah usulan yang disampaikan REI untuk penyelamatan industri properti di tengah pandemi saat ini. Totok berharap segala usulan itu dijalankan sejalan dengan keinginan agar ekonomi tetap berjalan meskipun diadang Covid-19.
Usulan pertama, kata dia, perbankan diharapkan dapat melaksanakan restrukturisasi kredit tanpa mengurangi peringkat kolektabilitas pengembang.
Kedua, perbankan agar dapat melaksanakan penghapusan bunga selama 6 bulan atau dapat melakukan penangguhan pembayaran bunga dan angsuran pokok selama 12 bulan, serta tunggakan bunga dibebankan pada oustanding pokok.
Baca Juga
Ketiga, perbankan membuka blokir sinking fund dan tidak harus dipenuhi pada setiap periode bulan selama pandemi Covid-19.
Keempat, perbankan tidak melakukan pembekuan rekening deposito milik debitur agar dapat digunakan debitur untuk kelangsungan usaha dan memenuhi kewajiban kepada karyawan.
Kelima, pengembang dapat mencairkan biaya retensi di perbankan.
Keenam, melakukan revisi atas kebijakan buyback guarantee agar dapat dilakukan oleh perbankan/badan/lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah dalam jangka waktu tertentu.
Ketujuh, penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk masyarakat yang saat ini mengangsur KPR selama 1 tahun.
"Hal ini dikarenakan pandemi Covid-19 ini bukan hanya menekan masyarakat miskin dan rentan miskin, tetapi juga masyarakat kelas menengah," katanya.
Selain itu, REI juga mengusulkan keringanan lain. Totok mengatakan bahwa usulan itu menyentuh semua segmen properti yang saat ini tengah mengalami kesulitan berat.
Usulan REI itu antara lain soal kebijakan perpajakan dari pemerintah pusat untuk meringankan beban dunia usaha seperti penghapusan PPh 21, pengurangan pajak penghasilan (PPh) badan, dan penurunan PPh final sewa dari 10 persen menjadi 5 persen.
"Memang sebagian sudah direalisasikan seperti PPh 21, akan tetapi yang lain belum seperti PPh sewa dan yang lainnya," kata dia.
REI juga meminta penurunan PPh final transaksi dari 2,5 persen menjadi 1 persen berdasarkan nilai aktual transaksi bukan berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP). Kemudian, peninjauan kembali pajak penjualan barang mewah (PPnBM), dan pajak pertambahan nilai (PPN).
Lalu, kebijakan dari pemerintah saerah termasuk DKI Jakarta untuk meringankan beban dunia usaha, yakni melalui penghapusan atau keringanan pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), pajak penerangan jalan umum (PJU), pajak hotel dan restoran, pajak parkir, pajak reklame, serta tidak ada kenaikan NJOP.
"Khusus DKI Jakarta, kemungkinan Selasa [pekan depan] saya akan negosiasi dengan Gubernur DKI masalah keringanan ini," katanya.
Kemudian, lanjut Totok, REI juga sebetulnya menanti kebijakan penghapusan beban biaya minimum bulanan dan tarif beban puncak listrik untuk meringankan beban dunia usaha terutama yang terdampak langsung dengan Covid-19 yaitu mal, perkantoran dan hotel. Hal serupa juga diharapkan untuk keringanan tarif perusahaan daerah air minum.