Bisnis.com, JAKARTA - Banjir relaksasi dan perubahan kultur pengawasan yang diakibatkan oleh pandemi Corona atau covid 19 berisiko meningkatkan praktik kejahatan dan penipuan pajak.
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dalam publikasi terbarunya 'Tax Administration: Privacy, Disclosure and Fraud Risks Related to Covid-19' menjelaskan program bantuan pemerintah, yang dilakukan dengan sangat cepat, memberikan ruang bagi individu dan bisnis melakukan kejahatan pajak.
Kondisi ini terjadi karena menurut lembaga tersebut, tingginya volume permintaan bantuan atau pengembalian dana tidak sebanding dengan proses pengawasan yang dilakukan otoritas pajak. Hal ini ditambah dengan kondisi praktik kerja jarak jauh (work from home) yang akan mengurangi soliditas pemeriksaan pajak.
Salah satu skema 'fraud' yang bisa terjadi dalam kondisi kritis seperti sekarang ini yakni modus membuat perusahaan baru untuk mengakses pembayaran bantuan langsung atau mendapatkan pengembalian pajak.
"Jika pembayaran bantuan dikaitkan dengan jumlah karyawan atau upah karyawan, ini juga dapat mencakup pencatatan staf fiktif," tulis OECD sabagaimana dikutip Bisnis, Rabu (27/5/2020).
Lebih lanjut, OECD juga menekankan masalah-masalah lain juga bisa muncul karena relaksasi yang diberikan oleh otoritas kepada wajib pajak orang pribadi maupun badan.
Baca Juga
Salah satu relaksasi yang berisiko memunculkan tax fraud adalah kebijakan membebaskan wajib pajak untuk memberikan bukti berdasarkan dokumen asli atau mengizinkan penyerahan salinan yang dipindai.
Kondisi ini diperburuk oleh kemampuan bank dan lembaga keuangan lainnya sebagai pendukung otoritas dalam mendeteksi kecurangan yang kian lemah karena berkurangnya layanan dan interaksi tatap muka.
Laporan itu juga menyinggung peningkatan penggunaan setoran elektronik dapat mengurangi kemampuan untuk mengidentifikasi penipuan dan kegiatan mencurigakan lainnya.
Atas sejumlah risiko tersebut, OECD menyarakan otoritas pajak untuk menyiapkan langkah mitigasi yang mencakup dua langkah. Pertama, otoritas harus memastikan bahwa semua pembayaran elektronik dapat dilacak secara memadai, dengan pertimbangan khusus diberikan ke rekening bank baru.
Kedua, otoritas perlu membuat prioritas penilaian risiko baru untuk memberi ruang bagi peningkatan aktivitas pemeriksan. Hal ini bisa menyasar ke bisnis yang baru saja dibentuk; wajib pajak baru terdaftar atau yang belum pernah mengajukan; perubahan terbaru atas rincian atau alamat bank (khususnya selama krisis ketika orang cenderung bergerak).
Ketiga, berkomunikasi dengan bank tentang pentingnya verifikasi pemeriksaan dan penerapan aturan anti pencucian uang serta pelaporan transaksi yang mencurigakan. Keempat, komunikasi tentang hukuman, termasuk hukuman pidana, bagi wajib pajak yang melakukan deklarasi palsu.