Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menganggap pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di atas 3 persen bisa menjadi salah satu alternatif untuk menjaga stabilitas fiskal di tengan pandemi corona.
Namun demikian, penetapan baseline defisit di atas 3 persen ini selain berpotensi menambah utang, justru membuat pengelolaan fiskal kian tak stabil. Pasalnya, beban pembayaran bunga utang juga kian meningkat.
Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan tahun 2015 – 2020, rata-rata pembayaran bunga utang tumbuh sebesar 16,69 persen. Pertumbuhan pembayaran bunga utang memang sempat melambat pada 2019 sebesar 6,81 persen.
Namun pada tahun ini, otoritas fiskal memproyeksikan pertumbuhan pembayaran bunga utang melonjak sebesar 21,64 persen. Hal ini terjadi karena adanya penambahan utang untuk membiayai stimulus fiskal karena pandemi Covid – 19.
Selain pertumbuhan yang semakin meningkat, kemampuan pemerintah untuk membayar bunga utang juga terus menurun. Padahal porsi pembayaran bunga utang yang terhadap produk domestik bruto (PDB) terus naik.
Kemenkeu mencatat, selama lima tahun terakhir, rasio pembayaran bunga utang dengan produk domestik bruto (PDB) terus membengkak dari 1,35 persen pada 2015 menjadi 1,99 persen pada 2020.
Baca Juga
“Peningkatan rasio tersebut salah satunya diakibatkan oleh pertumbuhan pembayaran bunga utang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan PDB,” tulis Kemenkeu dalam Kerangka Ekonomi Makro & Pokok – Pokok Kebijakan Fiskal (KEM- PPKF) 2021.
Namun demikian, peningkatan porsi pembayaran bunga utang terhadap PDB ini tidak diimbangi oleh kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan penerimaan.
Data Kemenkeu menyebut, kemampuan penerimaan dalam negeri untuk membiayai pembayaran bunga utang semakin turun. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya rasio pembayaran bunga utang terhadap penerimaan negara selama lima tahun terakhir dari 10,43 persen - 19,04 persen.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan & Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman tak menyanggah jika pelebaran defisit memang akan berimplikasi pada tambahan beban bunga di kemudian hari.
Namun dia mengatakan pemerintah mengelola APBN sebagai satu kesatuan utuh. Dia menuturkan terjadinya pandemi Covid-19 yang sifatnya unprecendented dan extraordinary membutuhkan solusi yang sifatnya juga tidak biasa.
Salah satunya adalah pelebaran defisit APBN. Luky menuturkan dalam kondisi ini pemerintah selalu berupaya mencari sumber pembiayaan dengan cost of fund yang paling kecil misalnya pemerintah meningkatkan pinjaman program dari lembaga multilateral dan bilateral.
"Pemerintah juga menggunakan lebih dahulu sumber internalnya, misalnya Sisa Anggaran Lebih," kata Luky kepada Bisnis, Rabu (13/5/2020).
Pada saat yang sama, lanjut Luky, pemerintah juga berkomitmen melakukan reformasi perpajakan. Dari sisi peraturan, pemerintah sudah meyampaikan omnibus law perpajakan.
Selain itu dalam Perppu 1/2020 juga sudah dimasukkan beberapa terobosan seperti pemajakan atas transaksi elektronik. DJP saat ini tengah mengoverhaul sistem IT-nya melalui proyek core tax. Di sisi belanja pemerintah terus melakukan reformasi belanja yang lebih efektif dan efisien.
"Dengan demikian, ruang kapasitas fiskal dapat terus ditingkatkan," tukasnya.