Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menyatakan kebijakan pembiayaan pada 2021 bakal didorong untuk mendukung fungsi APBN sebagai countercyclical stabilisasi ekonomi di tengah situasi pandemi Covid-19 yang masih menimbulkan ketidakpastian yang tinggi.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam pemaparannya atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2021 pada Sidang Paripurna DPR, Selasa (12/5/2020).
Dia menguraikan ada tiga langkah-langkah yang akan dilakukan terkait kebijakan pembiayaan. Pertama, peningkatan akses pembiayaan bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), pembiayaan ultra mikro (UMi), dan perumahan bagi masyarakat dengan penghasilan rendah.
Kedua, pemerintah akan melakukan pendalaman pasar dan mengefisienkan cost of borrowing serta mengefetifkan quasi fiskal untuk akselerasi daya saing dan peningkatan ekspor.
Ketiga, pemberian dukungan untuk restrukturisasi BUMN serta penguatan BLU dan Sovereign Wealth Fund untuk mendukung pemulihan ekonomi.
“Pembiayaan dilakukan secara terukur dan berhati-hati dengan terus menjaga sumber-sumber pembiayaan berkelanjutan agar rasio utang terjaga dalam batas aman,” kata Sri Mulyani, Selasa (12/5/2020).
Lebih lanjut, dia menuturkan pemerintah akan mendorong peran swasta dalam pembiayaan pembangunan melalui kerangka kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dan creative financing lainnya.
Kebijakan makro fiksal pada 2021 sendiri dirumuskan sebagai kebijakan fiskal ekspansif konsolidatif dengan defisit hingga 3,21-4,17% dari produk domestik bruto (PDB) dan rasio utang hingga 36,67-37,97% dari PDB.
Besaran pembiayaan defisit tetap dijaga di atas 3%, mengacu pada Perppu nomor 1/2020, agar proses pemulihan bisa berjalan bertahap dan agar ekonomi tidak mengalami hard landing yang berpotensi memberikan guncangan bagi perekonomian.
“Hal ini mengingat, kebijakan fiskal menjadi instrumen yang sangat strategis dan vital dalam proses pemulihan ekonomi.”