Bisnis.com, JAKARTA - Permintaan pengusaha agar diberikan bantuan pinjaman lunak demi menekan meluasnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), dinilai masih memungkinkan untuk dilakukan oleh pemerintah.
Seperti diketahui, sejumlah pengusaha mengaku kesulitan mendapatkan pinjaman dari bank karena dinilai memiliki bisnis yang rentan dan berisiko di tengah Covid-19. Kondisi ini membuat perusahaan mengalami kesulitan operasional, termasuk pembayaran tunjangan hari raya, bahkan banyak yang terpaksa merumahkan pekerjanya.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan pemerintah memang masih memiliki ruang untuk membantu perusahaan-perusahaan yang terdampak oleh krisis dengan memberikan pinjaman lunak.
Josua mengutip data Kementerian Keuangan yang menyebutkan pemerintah saat ini mempunyai sekitar Rp220 triliun atau sekitar 54,32 persen dari total stimulus untuk penanganan Covid-19. Dengan anggaran sebesar itu, sekitar Rp150 triliun akan digunakan untuk pemulihan perekonomian nasional, sedangkan Rp70 triliun akan dianggarkan untuk keringanan pajak.
Menurutnya, pemerintah masih punya ruang untuk membantu perusahaan-perusahaan yang terdampak oleh krisis ini melalui dana Rp150 triliun ini. Pemerintah diperkirakan akan menggelontorkan dana tersebut untuk pinjaman lunak bagi perusahaan yang terdampak mengingat pos dari anggaran tersebut terletak pada pos investasi dan bukan pengeluaran pemerintah.
"Namun, pemerintah perlu dengan segera mengumumkan kebijakan stimulus ini secara detail, agar perusahaan-perusahaan yang terdampak mampu memproyeksikan kondisi keuangan perusahaan ke depan tanpa perlu melakukan PHK pekerjanya," katanya.
Apabila pemerintah terlambat dalam pencairan dana ini, lanjut Josua, stimulus ini menjadi kurang signifikan. Pasalnya, pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan cenderung sudah terlampau besar.
"Pinjaman lunak ini sendiri merupakan salah satu kebijakan optimum dari pemerintah mengingat likuiditas di pasar cenderung ketat di tengah wabah Covid-19 ini," katanya.