Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Larangan Mudik Tak Otomatis Kerek Konsumsi di Kota Besar

Potensi kenaikan permintaan di kota-kota besar masih sangat tergantung dengan kondisi perkembangan penyebaran Covid-19 yang belum menentu.
Penumpang kereta api Tawang Jaya Lebaran tiba di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Sabtu (8/6/2019). Pada H+3 Lebaran 2019, arus balik pemudik yang tiba di Stasiun Pasar Senen mulai mengalami peningkatan./ANTARA FOTO-Reno Esnir
Penumpang kereta api Tawang Jaya Lebaran tiba di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Sabtu (8/6/2019). Pada H+3 Lebaran 2019, arus balik pemudik yang tiba di Stasiun Pasar Senen mulai mengalami peningkatan./ANTARA FOTO-Reno Esnir

Bisnis.com, JAKARTA – Pemberlakuan larangan mudik Ramadan dan Idulfitri pada tahun ini dinilai tidak secara otomatis mengerek permintaan di kota-kota besar seiring berkurangnya aliran uang ke daerah.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani menilai tingkat konsumsi masyarakat akan sangat dipengaruhi sentimen dalam penanggulangan wabah tersebut. Potensi kenaikan permintaan di kota-kota besar masih sangat tergantung dengan kondisi perkembangan penyebaran Covid-19 yang belum menentu.

"Apabila pada periode mudik dilarang tingkat penyebaran [corona] masih tinggi, maka customer confidence akan tetap stagnan atau bahkan menurun," kata Shinta kepada Bisnis.com, Selasa (21/4/2020).

Dia beralasan adanya tekanan pada pemasukan beberapa sektor usaha dan rumah tangga akibat pandemi. Kondisi ini pun membuat masyarakat harus menunda pembelian untuk barang-barang sekunder dan tersier dan memfokuskan konsumsi pada kebutuhan pokok.

Terlepas dari kondisi tersebut, pihaknya mengemukakan pentingnya percepatan realisasi stimulus fiskal maupun nonfiskal untuk sektor riil, stimulus untuk peningkatan konsumsi rumah tangga, dan afirmasi kelancaran perputaran barang dalam negeri maupun luar negeri. Hal tersebut menjadi penting karena dapat menjaga perekonomian agar terhindar dari resesi yang lebih dalam lagi.

"Terutama perlunya peningkatan kapasitas sektor kesehatan agar kepercayaan konsumen, industri dan investor dalam dan luar negeri meningkat atau pulih," ujarnya.

Di sisi lain, dunia usaha pun disebut Shinta telah mengusulkan adanya peningkatan stimulus ekonomi sebagai upaya mitigasi menangkal dampak Covid-19. Sejauh ini, pemerintah Indonesia baru menyiapkan stimulus sebesar Rp405,1 triliun untuk memerangi Covid-19 atau hanya 2,6 persen dari total produk domestik bruto (PDB).

Jumlah ini relatif kecil dibandingkan porsi stimulus negara lain yang bisa mencapai 10 persen dari PDB. Seperti Malaysia yang mencapai 17 persen dari PDB.

"Kami sudah mengusulkan ke pemerintah agar stimulus ditingkatkan menjadi Rp1.600 triliun. Untuk kesehatan Rp400 triliun, jaring pengaman sosial Rp600 triliun, dan ekonomi Rp600 triliun," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper