Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta menggandeng nelayan dan pembudidaya hasil perikanan untuk mengatasi kerawanan pangan di tengah pandemi Covid-19.
Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Dani Setiawan mengatakan nelayan dan pembudidaya memiliki peran penting dan menjadi andalan dalam menopang kedaulatan dan ketahanan pangan nasional.
Di Indonesia, produk perikanan menyediakan 54 persen dari seluruh protein hewani yang dikonsumsi masyarakat. Kontribusinya dalam penciptaan lapangan pekerjaan juga sangat penting. Pelaku usaha perikanan, langsung maupun tidak langsung, jumlahnya sangat besar.
“Sektor perikanan tangkap diperkirakan menyediakan lapangan kerja langsung lebih dari enam juta orang dan lapangan kerja tidak langsung bagi jutaan lainnya. 97 persen dari total jumlah nelayan di Indonesia, jika dilihat dari ukuran kapal di bawah 10 GT merupakan nelayan skala kecil,” katanya, Senin (20/4/2020).
Dia menyebutkan bahwa mayoritas nelayan dan pembudidaya mengalami dampak dari pandemi Covid-19 sehingga kelangsungnya para produsen pangan perikanan ini ikut terancam. Mayoritas daerah melaporkan terjadi penurunan harga ikan yang cukup signifikan, terutama jenis ikan tertentu yang menjadi komoditas ekspor.
Penjualan hasil tangkapan menghadapi kendala besar karena banyak pengepul tidak melayani atau setidaknya membatasi pembelian ikan dari nelayan atau pembudidaya sehingga banyak nelayan dan pembudiaya kewalahan menjual hasil tangkapan, apalagi negara tujuan ekspor perikanan juga sedang menutup diri, membatasi transaksi perdagangan internasionalnya dengan negara lain.
Dia menambahkan, selain harga ikan yang jatuh, beban ongkos produksi atau ongkos melaut tetap tidak berubah, bahkan ada kecenderungan naik. Di beberapa tempat, tuturnya, nelayan masih sulit mendapatkan akses BBM bersubsidi.
Para pembudidaya juga mengeluhkan harga pakan yang cenderung naik. Kondisi ini semakin memberatka nelayan dan pembudidaya karena ongkos produksi tetap bahkan cenderung naik, tapi penghasilan mengalami penurunan.
Merespon situasi ini, KNTI mendesak pemerintah untuk segera mengatasi hal ini secara tepat dan cepat. Intinya adalah bagaimana nelayan dan pembudidaya tetap berproduksi, mempertahankan harga beli ikan di tingkat nelayan dan menjaga daya beli masyarakat.
Dia mengatakan idealnya ada lembaga seperti Bulog di bidang perikanan yang bertugas menyerap hasil tangkapan nelayan, menjaga stabilitas pasokan dan ketersediaan pangan perikanan bagi masyarakat.
KNTI juga menyoroti sejumlah kebijakan stimulus ekonomi pemerintah. Pihaknya merespon positif paket kebijakan tersebut meskipun menyayangkan tidak ada paket stimulus khusus untuk pertanian dan perikanan.
Meski demikian, Dani melihat masih ada peluang untuk membangun ketahanan dan kedaulatan pangan melalui optimalisasi penggunaan Dana Desa untuk dalam pada pandemi ini.
Dirinya mengatakan sebenarnya terdapat dua skema relokasi anggaran Dana Desa untuk merespon Covid-19. Pertama adalah skema Bantuan Langsung Tunai sebesar Rp22 triliun dan Padat Karya Tunai Desa sebesar Rp29 triliun.
Anggaran tersebut menurutnya tergolong besar dan bila digunakan untuk menstimulus perekonomian desa, khususnya untuk menggerakkan perekonomian petani dan nelayan di masa pandemi Covid-19. Untuk itu, pihaknya meminta agar pemerintah memperkuat koordinasi dengan berbagai pihak, keterlibatan organisasi petani dan nelayan juga dirasa sangat penting.
“Pandemi Covid-19 ini masalah besar, belum pernah kita mengalaminya. Pemerintah tidak bisa sendirian, harus libatkan semua komponen terutama organisasi petani dan nelayan di berbagai wilayah untuk menggerakkan agenda ketahanan dan kedaulatan pangan,” pungkasnya.