Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom memperkirakan impor barang konsumsi akan mengalami penurunan sebagai dampak dari penurunan daya beli masyarakat karena pandemi Covid-19.
Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede mangatakan penurunan daya beli masyarakat akan terlihat signifikan pada kuartal kedua dan ketiga tahun ini.
"Meskipun impor barang konsumsi belum menunjukkan penurunan yang signifikan, karena penurunan daya beli masyarakat maka impor barang konsumsi diperkirakan akan mengikuti laju penurunan impor barang modal dan bahan baku," katanya, Kamis (16/4/2020).
Dia menuturkan penurunan impor pada Maret 2020, terutama bahan baku dan barang model, akan berimplikasi pada penurunan defisit transaksi berjalan.
Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan investasi cenderung melambat akibat penurunan aktivitas global akibat dari penurunan aktvitas manufaktur global.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada Maret 2020 surplus senilai US$743 juta. Josua mengatakan nilai tersebut pada dasarnya cukup tinggi mengingat adanya kenaikan total dari volume ekspor dan impor sebesar 6,94 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Baca Juga
Hal ini diperkirakan ditopang oleh mulai pulihnya perekonomian China, yang mana terlihat dari naiknya ekspor nonmigas ke China senilai US$103,57 juta, maupun kenaikan impor nonmigas senilai US$1 miliar.
Menurutnya, pulihnya perekonomian China akan menjaga stabilitas dari aktivitas perdagangan Indonesia di jangka pendek, meskpun pemulihan ini akan kemudian tertutupi oleh kontraksi di negara partner dagang lainnya, seperti AS, Jepang, dan Eropa.
"Dengan tingginya surplusnya neraca perdagangan di kuartal I ini, maka diperkirakan defisit transaksi berjalan Indonesia akan mengecil, hal ini kemudian juga ditopang dengan penurunan defisit transaksi jasa akibat semakin sedikitnya masyarakat yang keluar negeri akibat Covid-19," tuturnya.
Bank Indonesia (BI) juga memprediksi defisit transaksi berjalan pada kuartal-I memungkinkan untuk berada pada level di bawah 1,5 persen PDB.
Josua menilai ke depannya surplus ini kemungkinan akan semakin kecil dan bahkan dimungkinkan terjadinya defisit lagi, terutama apabila harga komoditas global tidak juga kembali pulih dalam waktu dekat.