Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah harus segera memperhitungkan skenario terburuk jika pandemi Covid-19 membutuhkan waktu penanganan lebih lama dari estimasi awal, mengingat kondisi stok pangan Indonesia diklaim hanya cukup untuk pemenuhan kebutuhan hingga Agustus 2020.
Dalam berbagai kesempatan, Kementerian Pertanian menyatakan bahwa pasokan pangan di dalam negeri dijamin aman untuk kebutuhan domestik selama masa masa tanggap keadaan darurat kesehatan masyarakat, yang berlaku selama 91 hari sejak 29 Februari—29 Mei.
Bahkan, pemerintah menggaransi stok bahan pokok strategis aman hingga Agustus. Bagaimanapun, pemerintah harus mewaspadai jika masa pandemi berlangsung lebih lama. Dalam hal ini, garansi kecukupan pangan selepas bulan kedelapan tahun berjalan menjadi hal krusial.
Terkait dengan hal itu, Presiden Joko Widodo memperingatkan agar jaminan ketersediaan bahan pokok menjadi prioritas bersama. Terlebih, Food and Agriculture Organization (FAO) telah memberi sinyal akan terjadinya krisis pangan global seiring dengan berlanjutnya pandemi.
“Kita harus membuat perkiraan-perkiraan ke depan, sehingga kita bisa memastikan tidak terjadi kelangkaan bahan pokok. Peringatan dari FAO harus betul-betul kita garisbawahi, bahwa pandemi bisa memicu kelangkaan pangan dunia. Mungkin saat ini panen masih baik, tetapi panen nanti Agustus—September harus dilihat secara detail, sehingga tidak mengganggu produksi dan rantai pasok bahan pangan,” tegasnya dalam konferensi pers, Senin (13/4) pagi.
Sebelumnya, laporan analis pasar Fitch Solutions menyebutkan pasokan pangan global sejatinya aman untuk periode 2020 sampai 2021 dengan produksi yang baik dan iklim yang mendukung. Namun, jika pandemi Covid-19 makin meluas dan makin banyak negara produsen pangan yang memberlakukan pembatasan dan penimbunan secara agresif, pasokan global dipastikan terganggu.
Baca Juga
FAO pun memperkirakan pasokan global berpotensi terganggu pada April atau Mei. Kepala Ekonom FAO Maximo Torero Cullen mengemukakan hal ini akan dipengaruhi oleh terbatasnya jumlah pekerja di sektor pertanian yang bekerja akibat kebijakan karantina, penurunan produksi ternak pun berpotensi terjadi seiring gangguan pada logistik pakan.
Menanggapi hal itu, ekonom Center of Food, Energy and Sustainable Development Indef Dhenny Yuartha Junita menyebut meskipun stok pangan sejauh ini diklaim aman, pemerintah harus mempertimbangkan faktor gangguan produktivitas pertanian selama masa pandemi.
“Ancaman volatilitas stok dan harga pangan harus menjadi perhatian saat ini. Ada dua tantangan untuk pengamanan pangan di Indonesia sekarang ini, yaitu tantangan perubahan iklim dan tantangan produksi saat pandemi. Produktivitas pertanian mulai menurun, karena ketika pandemi, buruh-buruh pertanian banyak yang mengurungkan [minat] produksi,” ujarnya.
Untuk itu, dia menyarankan pemerintah untuk melakukan tiga hal terkait dengan pengamanan pangan semasa pandemi. Pertama, memastikan lini waktu target penanggulangan wabah corona di Tanah Air.
Kedua, menjamin kecepatan importasi bahan pangan strategis. “Terlebih, saat ini negara-negara produsen pangan sudah banyak yang membatasi ekspornya untuk mengamankan kebutuhan dalam negeri mereka. Jadi, ke depannya impor pangan pun akan makin sulit.”
Ketiga, mempertegas pemetaan stok pangan nasional seiring dengan makin banyaknya daerah yang memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Tujuannya adalah agar tidak ada daerah yang mengalami kesulitan akses pangan saat PSBB dijalankan.