Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan menyatakan telah melakukan assestment untuk menguji dampak pandemi COVID-19 terhadap ekonomi Indonesia, bersama-sama dengan Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Bank Indonesia.
“Skenario baseline kita di 2,3%. Ini berdasarkan dampak COVID-19 yang paling besar di Kuartal II/2020, dan mungkin akan berlanjut pada kuartal III dan membaik pada kuartal IV,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi XI DPR, Senin (6/4/2020).
Dia menjelaskan lebih lanjut, bahwa dampak COVID-19 antara lalin akan menyebabkan konsumsi menurun signifikan dan investasi akan masuk negatif pada kuartal 2 dan 3.
Kemudian, ekspor yang dalam 2019 sudah negatif akan terus mengalami kontraksi yang makin dalam. Adapun untuk impor yang juga sudah negatif pada 2019 akan berlanjut pada 2020.
Sri Mulyani menyebutkan COVID-19 sudah menimbulkan dampak negatif terhadap semua negara. Namun, tidak semua sektor akan terdampak negatif. Akan ada beberapa sektor yang diperkirakan menjadi winner dan losser.
Salah satu sektor yang terpukul yakni bidang pariwisata yang terkena efek paling dalam akibat berkuranngnya traffic. Begitu juga dengan sektor transportasi, pertambangan dan sektor keuangan juga akan terkena dampak negatif.
Baca Juga
‘Bidang keuangan terkena second round setelah turunnya konsumsi. Sektor otomotif juga diperkirakan akan turun. Sektor UMKM akibat COVID-19 terkena dampak besar karena tidak adanya kegiatan sosial yang kemudian menciptakan kesulitan pada UMKM,” ujarnya.
Walau begitu, menurut Sri Mulyani masih ada beberapa bidang yang akan mengalami pertumbuhan kendati terbatas, seperti UMKM dan pertanian.
Selain itu, sektor yang akan terdampak positif antara lain jasa logistik kdan komunikasi, makanan minuman, farmasi, dan tekstil.
“Ini terasa ketika kita bicara APD dan masker, yang menjadi hambatan adalah bahan baku sekarang. Bahan baku dari Korea diproyeksikan habis dua minggu ke depan dan sedang dipikirkan untuk menciptakan bahan laku lokal yang certified WHO untuk APD.”