Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan dampak Covid-19 juga turut menghampiri pasar surat berharga negara (SBN).
Dalam rapat bersama DPR RI Komisi XI, Menkeu menyebutkan semenjak 18 Februari hingga akhir Maret 2020, yield SBN sudah mengalami kenaikan 30 bps kenaikan. Di sisi lain, penawaran SBN mengalami tren menurun.
"Misalnya yang lelang terakhir pada 31 Maret 2020 hanya Rp34 triliun. Itu pun pemerintah masih megambil Rp22 triliun. Jumlah yield yang kita bayar menjadi lebih mahal," paparnya, Senin (6/4/2020).
Sementara itu, aksi jual bersih inevstor asing di pasar SBN hingga 2 April 2020 mencapai Rp130 triliun. Gejolak ini, sambung Sri Mulyani, tentunya akan pemerintah tangani dan pantau bersama dengan Bank Indonesia, OJK, serta LPS.
Sejumlah pemangku kepentingan tentunya berkoordinasi dalam menentukan stabilitas sistem keuangan. Saat ini, pergerakan sangat cepat, dalam satu bulan saja bisa berubah dan bergejolak tinggi.
Data yang dihimpun dari Kementerian Keuangan menunjukkan, hingga 31 Maret 2020, pemerintah telah menyerap sebesar Rp180,87 triliun dari pasar SBN. Jumlah ini terdiri atas Rp136,27 triliun dari SBN konvensional dan Rp44.6 triliun dari pelelangan sukuk negara.
Sementara itu, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan, selama kuartal I/2020, serapan SBN baik konvensional maupun sukuk selalu sesuai dengan target yang dicanangkan pemerintah.
Hal tersebut merupakan catatan positif mengingat jelang akhir kuartal ini terjadi pandemi virus corona yang menyebabkan ketidakpastian global baik di pasar saham maupun pasar obligasi.
“Dari sisi pencapaian, target serapan pada kuartal I/2020 sepertinya akan tercapai. Dalam kondisi saat ini yang memiliki tekanan jual yang tinggi, minat terhadap obligasi Indonesia masih bagus,” katanya saat dihubungi pada Selasa (31/3/2020) di Jakarta.
Ramdhan memperkirakan, tren positif tersebut akan berlanjut pada lelang-lelang yang akan diadakan pada kuartal II/2020. Hal tersebut didukung oleh tingkat imbal hasil yang mulai menunjukkan tren perbaikan selama beberapa waktu terakhir.
Data dari World Government Bonds pada Selasa (31/3/2020) menyatakan, tingkat yield obligasi Indonesia dengan tenor 10 tahun berada di angka 7,99 persen. Angka ini telah menunjukkan penurunan sebesar 42,9 basis poin dalam periode 1 minggu dengan torehan tertinggi terjadi pada 25 Maret 2020 lalu di posisi 8,42 persen.
Meski optimistis serapan pada kuartal II dapat positif, Ramdhan mengatakan tantangan utama yang akan dihadapi pasar obligasi adalah cost of fund yang tinggi. Ia mengatakan, potensi kenaikan cost of fund akan menaruh beban yang semakin besar pada anggaran pemerintah.
Di sisi lain, pemerintah juga akan mengandalkan lelang SBN sebagai salah satu sarana pembiayaan. Pasalnya, ditengah upaya memulihkan perekonomian Indonesia dari pandemi virus corona, penerimaan dari berbagai sektor, seperti perpajakan, dipastikan akan terganggu.
“Saat ini, cost of fund dari obligasi sedang tinggi karena volatilitas pasar yang juga tinggi. Pemerintah perlu menyeimbangkan biaya penerbitan ini dengan kebutuhannya agar tidak terganggu,” katanya.
Data Pelelangan SBN Konvensional
Tanggal Lelang | Jumlah Penawaran | Dimenangkan |
07-Jan-20 | Rp81,542 triliun | Rp 20 triliun |
21-Jan-20 | Rp94,979 triliun | Rp20 triliun |
04-Feb-20 | Rp96,901 triliun | Rp21 triliun |
18-Feb-20 | Rp127,119 triliun | Rp18,5 triliun |
03-Mar-20 | Rp78,413 triliun | Rp17,5 triliun |
17-Mar-20 | Rp51,307 triliun | Rp17,050 triliun |
31-Mar-20 | Rp33,5 triliun | Rp22,22 triliun |