Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mudik Gratis Batal, Anggaran Agar Dikonversi ke Bantuan Sembako

Pemberian bantuan sembako ini bisa lebih diprioritaskan kepada masyarakat yang mengikuti program mudik gratis tahun lalu.
Bus Antar Kota Antar Provinsi menunggu penumpang di Terminal Kampung Rambutan. Bisnis/Nurul Hidayat
Bus Antar Kota Antar Provinsi menunggu penumpang di Terminal Kampung Rambutan. Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan pemerintah meniadakan program mudik gratis dapat dialihkan kepada pemudik dalam bentuk voucer bantuan sembako lebaran.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Pusat Djoko Setijowarno menilai anggaran mudik gratis dapat dialihkan kepada pemudik dalam bentuk voucer bantuan sembako lebaran. Pemberian bantuan sembako ini, lanjutnya, bisa lebih diprioritaskan kepada masyarakat yang mengikuti program mudik gratis tahun lalu.

"Data pemudik gratis itu masih ada dan bisa digunakan untuk pemberian bantuan itu. Pemerintah dapat bekerjasama dengan pengusaha mini market, sehingga voucer tersebut mudah ditukarkan ke mini market terdekat," jelasnya, Jumat (27/3/2020).

Kendati telah meniadakan mudik gratis tetapi keputusan tidak mudik lebaran pada tahun ini masih dinantikan dari Presiden. Sejauh ini, masyarakat memang dihimbau tidak mudik lebaran untuk menghindari meluasnya virus corona. Disamping itu, diperlukan bantuan untuk menyambung keberlangsungan hidup bagi masyarakat terdampak ekonomi dari wabah Covid-19.

Pemerintah telah membuat tiga skenario untuk Mudik Lebaran 2020. Pertama, bussines as usual artinya mudik lebaran seperti dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya. Kedua, meniadakan mudik gratis baik oleh pemerintah, BUMN, swasta maupun perorangan. Dan ketiga, pelarangan mudik.

Merebaknya wabah virus Corona di Jakarta dan sekitarnya telah menyebabkan gelombang eksodus pulang kampung sebelum mudik lebaran sudah berlangsung lebih cepat.

Menurutnya, aktivitas arus mudik akibat menurunnya aktivitas ekonomi di Jakarta dan sekitarnya menjadi fenomena yang tidak bisa dihindarkan. Pekerja sektor informal, seperti pengemudi ojek online (ojol), pedagang kaki lima (PKL), petugas cleaning service, office boy, petugas keamanan (satpam), buruh bangunan, serta lainnya.

Secara alamiah akan terjadi karena pekerja di sektor informal tidak lagi memiliki pekerjaan. Di sisi lain, harus tetap mengeluarkan biaya hidup sehari-hari yang cukup besar.

Selain itu, jelasnya, menjadi hal yang wajar operator transportasi umum tetap melayani masyarakat ketika memang tidak ada larangan dari pemerintah untuk menghentikan operasionalnya. Jika pemerintah akan menutup operasional bus umum antar kota antar provinsi (AKAP), maka sudah barang tentu harus memikirkan keberlangsungan hidup awak bus dan pekerja lainnya di bisnis bus AKAP itu.

Djoko mengatakan pemerintah wajib memberikan kompensasi atau jaminan hidup bagi pengusaha transportasi umum yang akan dihentikan usahanya untuk sementara waktu.

"Selain itu keputusan perantau yang bermukim di Jabodetabek untuk pulang ke kampung halaman dilatabelakangi oleh tidak adanya jaminan hidup diperantauan. Adalah hal yang logis, karena tuntutan biaya hidup cukup tinggi di ibukota."


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper