Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah sedang bersiap untuk mengeluarkan surat berharga negara (SBN) jenis baru untuk membiayai kebutuhan penanggulangan Covid-19.
Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono mengatakan pemerintah akan menerbitkan recovery bond untuk menutup biaya penanggulangan wabah ini. Adapun,Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang menjadi landasan hukum untuk penerbitan SBN baru ini tengah digodok.
Susiwijono menerangkan recovery bond ini nantinya akan dibeli oleh Bank Indonesia (BI) atai pihak lain seperti swasta eksportir yang mampu.
"Ini nanti akan ada Perppu, karena BI untuk sekarang hanya bisa beli dari secondary market, ini nanti Perppu-nya keluar," ujar Susiwijono, Kamis (26/3/2020).
Dana yang terkumpul melalui recovery bond akan dikumpulkan oleh pemerintah dan disalurkan kepada dunia usaha dalam bentuk kredit khusus yang akan dirancang seringan mungkin bagi dunia usaha.
Untuk mendapatkan kredit khusus dari recovery bond ini, ada syarat khusus yang harus dipenuhi oleh dunia usaha.
Baca Juga
Pertama, dunia usaha yang hendak mengakses kredit khusus ini tidak boleh melakukan PHK atas pekerjanya di tengah wabah Covid-19 ini.
Kalaupun dunia usaha tetap melakukan PHK, dunia usaha wajib mempertahankan 90% karyawannya dan tidak boleh ada penurunan gaji.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah mengungkapkan bahwa pihaknya mempertimbangkan memenuhi kebutuhan pembiayaan anggaran dengan metode nonkonvensional yang membutuhkan landasan hukum baru.
"Kemungkinan pembiayaan nonkonvensional yang mengharuskan adanya landasan hukum baru, ini termasuk kajian kita. Ini akan kami sampaikan ke presiden," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Selasa (24/3/2020).
Sri Mulyani mengatakan pihaknya juga sedang mempelajari strategi pembiayaan dari negara mitra untuk bisa dipraktekkan di Indonesia.
Pemerintah telah mempertimbangkan untuk meningkatkan defisit anggaran di atas 3% dari PDB untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka penanganan Covid-19, meski memang harus diperhitungan secara matang dengan memperhitungkan dampak jangka menengah dan panjangnya.
"Kita tidak lagi membatasi diri dengan UU, kita fokus ke masyarakat dan mengurangi sekecil mungkin risiko kebangkrutan," ujar Sri Mulyani.