Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengklaim operasional bisnis perusahaan pelat merah hingga saat belum mengalami gangguan signifikan seiring dengan penyebaran virus corona (Covid-19) yang semakin luas.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan sejumlah proyek yang dikerjakan BUMN tetap berjalan dan tidak ada penundaan. Namun, ada beberapa proyek yang masih dalam peninjauan ulang seperti proyek kereta cepat.
“[Operasional] Berjalan masih, delay belum ada. Masih belum kan, kita masih hitung terus. Kalau untuk proyek Kereta Cepat [KCIC] kita masih tunggu keputusan dari Kemen-PUPR nanti gimana,” jelasnya, Kamis (19/3/2020).
Sementara itu, depresiasi rupiah juga dinilai belum memberikan pengaruh berarti kepada BUMN kendati risiko fluktuasi kurs masih dicermati. Sejauh ini, Arya menyebut tidak ada utang BUMN yang akan jatuh tempo dalam jangka pendek.Untuk diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah menembus level Rp15.000.
“Sekarang ini [rupiah]masih naik turun, kalau mau negosiasi juga susah, kalau nanti 3 bulan berubah lagi malah rugi kita. Jadi, masih lihat situasi, jangan panik dan tetap tenang,” jelasnya.
Dia juga mengatakan meski wabah corona menjadi momok bagi ekonomi dan nilai tukar rupiah, dia memastikan seluruh BUMN masih tetap beroperasi, khususnya BUMN yang terkait dengan fasilitas publik.
Baca Juga
Sejumlah BUMN tercatat memiliki utang dalam denominasi dolar yang cukup besar. Di antaranya adalah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan sampai dengan Februari 2020 perseroan telah mencatatkan laba. Namun demikian, pelemahan nilai tukar rupiah diprediksi bakal memberikan dampak negatif.
“Depresiasi rupiah tentu akan berdampak, tapi yang terpenting jangan berfluktuasi dengan cepat. Dengan depresiasi ada potensi peningkatan biaya karena bahan baku baja dalam dolar AS,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (18/3/2020).
Selain depresiasi, perseroan juga tengah memikirkan langkah antisipasi menghadapi wabah Covid-19. Pandemi global ini diprediksi akan berimbas pada penurunan permintaan baja di dalam negeri.
Kepal Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang saat ini sudah menyentuh kisaran Rp15.900 berpotensi membuat sejumlah BUMN mengalami rugi kurs.
“Konsekuensinya kalau mereka tidak melakukan hedging atau lindung nilai, kemungkinan akan ada kerugian kurs, kami harapkan ini cepat berlalu, sehingga closing akhir tahun depresiasinya tidak begitu dalam,” jelasnya kepada Bisnis, Kamis (19/3/2020).
Dia mengatakan fluktuasi nilai tukar akan berdampak lebih berat bagi BUMN yang berutang kepada kreditur dari luar negeri. Menurutnya, jika utang didapatkan dari kreditur di dalam negeri ruang negosiasi untuk mendapatkan keringanan lebih besar.