Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dana Asing US$8,1 Miliar Kabur dari Indonesia Gara-Gara Corona

Kepala Penelitian Makroekonomi dan Finansial LPEM UI Febrio Kacaribu mengatakan tindakan darurat yang diambil oleh bank sentral Amerika Serikat The Fed telah menyebabkan pasar melakukan aksi jual aset berisiko.
Petugas menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Senin (16/3/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Petugas menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Senin (16/3/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Perekonomian global dan Indonasi saat ini menghadapi potensi pelemahanan seiring masifnya penyebaran virus Corona (Covid-19). Sebanyak US$8,1 miliar dana investor asing keluar dari pasar keuangan Indonesia.

Kepala Penelitian Makroekonomi dan Finansial LPEM UI Febrio Kacaribu mengatakan tindakan darurat yang diambil oleh bank sentral Amerika Serikat The Fed telah menyebabkan pasar melakukan aksi jual aset berisiko.

Pasalnya, ketakutan investor global akan ketidakpastian telah memicu arus modal keluar dari negara-negara berkembang, tak terkecuali Indonesia.

"Akumulasi portofolio Indonesia telah mencatat arus keluar sebesar US$8,1 miliar, dari US$18,8 miliar pada 24 Januari 2020 menjadi US$10,7 miliar pada 13 Maret 2020," katanya seperti dikutip dalam hasil riset, Kamis (19/3/2020).

Dia mengungkapkan investor telah mengganti portofolio ke investasi yang lebih aman seperti US-Treasury (surat berharga AS) meskipun imbal hasil US Treasury 10-Tahun turun di bawah 1 persen.

Sementara itu, Febrio menuturkan imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia tenor 10-Tahun dan 1-Tahun telah melonjak masing-masing menjadi 7,4 persen dan 5,1 persen.

Menurutnya, pembatasan perjalanan dan penerapan social distancing telah menyebabkan bisnis bersiap untuk mengurangi produksi barang dan/atau jasa, kemudian menyebabkan lebih rendahnya aktivitas ekonomi.

Kepanikan di pasar keuangan negara-negara berkembang akibat wabah pandemi telah berdampak langsung pada valas, sebagaimana seluruh mata uang negara berkembang mengalami depresiasi.

"Berdasarkan tingkat depresiasi year-to-date, rupiah merupakan salah satu mata uang yang terkena dampak paling parah dengan tingkat depresiasi sebesar 10 persen [ytd]," imbuhnya.

BI telah memperkenalkan paket stimulus untuk menjaga stabilitas Rupiah, termasuk memangkas suku bunga kebijakan 25bps pada bulan Februari, yakni memberikan suntikan dana pada pasar valas dan DNDF serta menurunkan giro wajib minimum GWM valas bank.

Namun, kekurangan dolar AS di pasar keuangan terus melebar akibat tingginya risk aversion dari investor global.

"Pelemahan rupiah ke sekitar Rp15.200 sejauh ini, sudah cukup memperlihatkan dengan jelas arah pasar keuangan menuju kondisi yang semakin sulit," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper