Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pacu Sektor Logistik, Pemerintah Akan Libatkan KPK

Pemerintah akan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Ekosistem Logisitik Nasional. KPK akan menjadi lembaga pengawas di lapangan. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas Penataan Ekosistem Logistik Nasional, Rabu (18/3/2020).
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait COVID-19 di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3/2020). Presiden Joko Widodo meminta kepada kepala pemerintah daerah untuk berkomunikasi kepada pemerintah pusat seperti Satgas  COVID-19 dan Kementerian dalam membuat kebijakan besar terkait penanganan COVID-19, dan ditegaskan kebijakan lockdown tidak boleh dilakukan  pemerintah daerah. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait COVID-19 di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3/2020). Presiden Joko Widodo meminta kepada kepala pemerintah daerah untuk berkomunikasi kepada pemerintah pusat seperti Satgas COVID-19 dan Kementerian dalam membuat kebijakan besar terkait penanganan COVID-19, dan ditegaskan kebijakan lockdown tidak boleh dilakukan pemerintah daerah. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah akan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Ekosistem Logisitik Nasional untuk memacu sektor tersebut.

KPK akan menjadi lembaga pengawas logistik di lapangan. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas Penataan Ekosistem Logistik Nasional, Rabu (18/3/2020).

“Lalu arahan dari National Logistic ini yang pertama implementasi di lapangan melibatkan KPK untuk pengawasan jadi sistem bisa berjalan efektif dan efisien,” kata Airlangga dalam sebuah video conference.

Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan hendak membuat mekanisme yang serupa saat KPK membantu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

"Kami akan membuat mekanisme sama seperti dulu, bagaimana KPK membantu Dirjen Bea dan Cukai untuk memperbaiki tata kelola dan memberantas korupsi,”katanya.

Adapun Presiden Joko Widodo membuka rapat terbatas dengan mengkritisi biaya logistik yang masih mahal. Dia membandingkan posisi Indonesia dengan negara lain terpaut cukup jauh. Padahal selama 3-4 tahun terakhir pemerintah telah membicarakan hal ini, tetapi tidak menyelesaikan masalah.

Berdasarkan data yang dia miliki, logisitic performance index Indonesia pada tahun 2018 berada di peringkat 46. Pun biaya logistik di indonesia tertinggi dibandinkan 5 negara di kawasan Asean.

Jokowi mengatakan biaya logistik sebesar 24 persen dari PDB atau setara dengan Rp 3.560 triliun. Padahal biaya logistik dan biaya transportasi merupakan komponen terbesar yang membuat biaya inventori semakin meningkat.

Begitu pula peringkat trading across borders Indonesia yang mempengaruhi kemudahan berusaha atau ease of doing business. Dalam dua tahun terakhir Indonesia stagnan pada peringkat 116.

Presiden menyoroti masalah utama berada pada ekosistem logistik nasional yang belum efisien, baik dari sisi waktu maupun biaya. Pasalnya banyak birokrasi yang ruwet dan kuatnya ego sektoral kementerian dan lembaga.

“Ini bolak balik saya sampaikan pangkas birokrasi berbelit. Hapus repetisi, duplikasi, sederhanakan proses, dan lakukan standarisasi layanan dan standar teknis lainnya,” katanya dalam rapat terbatas melalui video conference di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (18/3/2020).

Oleh karena itu Indonesia saat ini perlu membangun platform logistik dari hulu sampai hilir. Menurut Presiden, harus ada keberanian berani merancang platform logistik terintegrasi mulai dari single submission, single filling, single payment channel, single risk management, single monitoring, sampai sebuah pengambilan keputusan yang otomatis.

"Dan saya tekankan kolaborasi sistem menjadi platform logistik tunggal, sistem interface dan saling terhubung tanpa harus menghilangkan sistem-sistem yang sudah ada,” Presiden menjabarkan.

Jokowi menjabarkan bahwa saat ini logisitic performance index Singapura berada di peringkat ketujuh. Sementara itu China berada pada peringkat 26, Thailand 32, Vietnam 39, Malaysia 41, dan India 44.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Khadafi
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper