Bisnis.com, JAKARTA – Para pemegang kontrak Perusahaan Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) generasi pertama mendapat angin segar berupa kepastian luasan wilayah setelah perpanjangan.
Pasalnya, dalam Pasal 83 UU Pertambangan Mineral dan Batu Bara Nomer 4 tahun 2009 ini hanya diatur luas wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari Wilayah Pencadangan Negara (WPN) seluas 15.000 hektare, sedangkan untuk IUPK dari perpanjangan Perusahaan Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) tak diatur dalam pasal tersebut.
Sementara itu, untuk luas wilayah IUPK dari perpanjangan PKP2B mengikuti amandemen PKP2B sesuai Rencana Kegiatan pada Seluruh Wilayah (RKSW) kepada Pemerintah yang telah disetujui.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono menegaskan IUPK operasi produksi (OP) hasil dari perpanjangan PKP2B ini berbeda dengan IUPK dari WPN baik dari aspek penerbitan izin, penerimaan negara, luas wilayah, serta letak pengaturannya dalam perundang-undangan.
IUPK perpanjangan PKP2B mengikuti aturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 tahun 2014 tentang perubahan ketiga atas PP No 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dimana perpanjangan dilakukan tanpa lelang apabila kinerja perusahaaan baik.
"Sementara untuk pemberiannya WPN dilakukan lelang IUPK," ujarnya, akhir pekan lalu.
Selain itu, untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) IUPK hasil perpanjangan PKP2B ini berbeda dengan IUPK dari WPN. Dalam UU Minerba pasal 128 disebut royalti batu bara sebesar 3 persen, 5 persen dan 7 persen tergantung dari kualitas batu bara. Sementara itu, PNBP IUPK hasil dari perpanjangan PKP2B dihitung dari Dana Hasil Produksi Batu bara yang lebih dari 13,5 persen.
"Kalau ini [luas wilayah IUPK dari PKP2B] dipotong-potong luas wilayahnya maka akan terjadi jeda yang berdampak pada penerimaan negara yang turun sebesar 20 persen. Kalau luas wilayah dibatasi juga berdampak turunnya produksi," katanya.
Oleh karena itu, luas wilayah IUPK dari hasil perpanjangan PKP2B ini akan sesuai dengan pengajuan perusahaan tersebut dalam kontrak perpanjangan.
"Luasan sesuai dengan rencana mereka dalam perpanjangan itu. Nanti pemerintah akan mengevaluasi luas yang diajukan oleh mereka, termasuk komitmen mereka ketika diberikan perpanjangan," tutur Bambang.
Pemerintah mengklaim menjamin hak perpanjangan PKP2B selama memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun dari tujuh PKP2B yang habis kontraknya dalam waktu lima tahun mendatang, baru PT Arutmin indonesia yang mengajukan perpanjangan kontrak pada akhir tahun lalu. Kontrak Arutmin sendiri akan habis pada November tahun ini.
"Baru Arutmin hingga sekarang," ujarnya.
Untuk dapat memperoleh hak perpanjangan izin, lanjutnya, perusahaan harus memenuhi sejumlah aspek kewajiban yakni persyaratan administrasi, teknis, dan keuangan. Persyaratan administrasi itu berisi tentang lingkungan, keselamatan, studi ke depan. Pengajuan perpanjangan dalam dilakukan paling lama 2 tahun dan paling cepat 6 bulan sebelum kontrak berakhir.
"Ini wajib dipenuhi. Perpanjangan ini komitmen dan kepastian investasi. Misal, 2 x 10 tahun, jadi 10 tahun pemerintah evaluasi semua, kewajiban dan lainnya," terang Bambang.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Baru Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia berpendapat luasan wilayah perpanjangan PKP2B pada dasarnya sudah diatur di dalam kontrak yang telah diamandemen sebelumnya.
"Jadi tidak bisa disebutkan bahwa luasan wilayah itu adalah semata mata ditentukan berdasarkan permintaan pemegang IUPK eks PKP2B," katanya.