Bisnis.com, JAKARTA - Ada alasan khusus mengapa suatu industri padat karya harus mempekerjakan secara rata-rata minimal 300 orang tenaga kerja Indonesia dalam setahun untuk memperoleh fasilitas investment allowance.
Direktur Ketahanan dan Iklim Usaha Industri Kemenperin Reni Yanita menerangkan bahwa jumlah tersebut diambil dari kesepakatan antara Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kemenko Perekonomian, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 51/2013 tentang Definisi dan Batasan Serta Klasifikasi Industri Padat Karya Tertentu, yang dimaksud dengan industri padat karya adalah industri yang memiliki tenaga kerja paling sedikit 200 orang dan persentase biaya tenaga kerja terhadap biaya produksi paling sedikit sebesar 15%.
Industri padat karya yang dimaksud di sini antara lain industri makanan, minuman, dan tembakau; industri tekstil dan pakaian jadi; industri kulit dan barang kulit; industri alas kaki; industri mainan anak; dan industri furnitur.
Di satu sisi, ada juga Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mendefinisikan industri padat karya adala industri yang mempekerjakan 500 orang tenaga kerja.
Batasan 300 tenaga kerja Indonesia ini merupakan penggabungan antara Permenperin dan PMK tadi.
"Insentif ini adalah sebagai kompensasi bagi industri padat karya dalam melakukan penanaman modal baru atau perluasan usaha," kata Reni kepada Bisnis, Selasa (17/3/2020).
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan bahwa 45 sektor yang terlampir dalam PMK No. 16/2020 terkait investment allowance selama ini memang menyerap tenaga kerja besar.
"Untuk insentif ini kriterianya adalah tenaga kerja. Kalau sektor lain yang tidak memenuhi jumlah tenaga kerja, masih ada fasilitas lain yakni tax allowance," ujar Iskandar kepada Bisnis, Selasa (17/3/2020).
Seperti diketahui, pemerintah resmi mengeluarkan aturan teknis mengenai fasilitas PPh berupa investment allowance kepada 45 sektor industri padat karya yang mempekerjakan 300 tenaga kerja dalam waktu setahun.
Fasilitas yang diberikan adalah pengurangan penghasilan neto sebesar 60% dari penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah selama 6 tahun.
Insentif ini berlaku selama 6 tahun terhitung sejak mulai berproduksi dengan pengurangan penghasilan neto masing-masing sebesar 10% per tahunnya.
Industri padat karya yang berhak mendapatkan fasilitas investment allowance ini antara lain:
1. Industri berbasis daging lumatan dan surimi
2. Industri pengolahan dan pengawetan ikan dan biota air (bukan udang) dalam kaleng (kecuali di DKI Jakarta)
3. Industri pengolahan dan pengawetan udang dalam kaleng (kecuali di DKI Jakarta)
4. Industri pembekuan biota air lainnya (kecuali di DKI Jakarta)
5. Industri pengolahan dan pengawetan lainnya untuk biota air lainnya (kecuali di DKI Jakarta)
6. Industri pengolahan dan pengawetan buah-buahan dan sayuran dalam kaleng
7. Industri pengolahan susu segar dan krim
8. Industri makanan sereal
9. Industri produk roti dan kue
10. Industri makanan dari cokelat dan kembang gula
11. Industri pengolahan kopi (kecuali di DKI Jakarta)
12. Industri produk masak dari kelapa
13. Industri pemintalan benang
14. Industri batik
15. Industri pakaian jadi (konveksi) dari tekstil
16. Industri pakaian jadi (konveksi) dari kulit
17. Industri pakaian jadi rajutan
18. Industri penyamakan kulit
19. Industri barang dari kulit dan kulit buatan untuk keperluan pribadi
20. Industri barang dari kulit dan kulit buatan untuk keperluan teknik/industri
21. Industri alas kaki untuk keperluan sehari-hari
22. Industri sepatu olahraga
23. Industri kertas dan papan kertas gelombang (kecuali di DKI Jakarta)
24. Industri kemasan dan kotak dari kertas dan karton (kecuali di DKI Jakarta)
25. Industri kertas tissue (kecuali di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa TImur selain Madura)
26. Industri barang dari karet lainnya YTDL (hanya di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepri, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua Barat, Papua)
27. Industri barang dari plastik untuk bangunan
28. Industri barang galian bukan logam lainnya YTDL
29. Industri peralatan makan dari logam
30. Industri paku, mur dan baut
31. Industri peralatan dapur dari logam
32. Industri perlengkapan komputer
33. Industri televisi dan/atau perakitan televisi
34. Industri peralatan perekam, penerima dan pengganda audio dan video, bukan industri televisi
35. Industri peralatan audio dan video elektronik lainnya
36. Industri pengubag tegangan (transformator), pengubah arus (rectifier), dan pengontrol tegangan (voltage stabilizer)
37. Industri peralatan pengontrol dan pendistribusian listrik
38. Industri peralatan listrik rumah tangga
39. Industri kompor
40. Industri pompa lainnya, kompresor, kran, dan klep/katup
41. Industri mesin pertanian dan kehutanan
42. Industri furnitur dari kayu
43. Industri furnitur dari rotan dan/atau bambu
44. Industri barang perhiadan dari logam mulia untuk keperluan pribadi
45. Industri mainan anak-anak