Bisnis.com, JAKARTA – Keputusan Kementerian ESDM mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 4 Tahun 2020 yang mengatur pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik menimbulkan tanda tanya di sejumlah pihak.
Beleid yang ditandatangani oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 24 Februari 2020 ini merupakan perubahan kedua atas Permen ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Saat ini pemerintah tengah menyusun Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur harga dan mekanisme investasi Energi Baru Terbarukan (EBT).
Ketua Masyarakat Energi Baru Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan sangat mengejutkan diterbitkannya peraturan menteri nomer 4 tahun 2020 ini.
Pasalnya, semua pihak masih fokus menunggu adanya Perpres yang mengatur tentang harga dan mekanisme usaha di EBT. Apalagi, Permen ini hanya merevisi Permen 50 tahun 2017.
"Yang kami pantau bahwa Rancangan Perpres sedang disiapkan untuk diselesaikan dan saat ini ada di Sekneg. Kami masih tetap melihat pak Menteri akan membantu mendorong lahirnya Perpres agar ada kepastian usaha dan ada daya tarik investasi," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (10/3/2020).
Menurutnya, terbitnya beleid baru yang merevisi Permen nomer 50 ini mungkin dimaksudkan untuk mempercepat proses sambil menunggu terbitnya Perpres. Oleh karena itu, sebagian dari Permen ini sudah mencakup sejumlah hal yang dibahas dalam draft Perpres.
"Secara keseluruhan masih belum dapat kepercayaan para investor. Karena itulah kami masih mempelajari karena Permen itu juga belum disosialisasikan oleh ESDM dan para pelaku usaha juga melakukan kajian dampak beberapa besar pengaruh terhadap usaha bidang EBT," terangnya.
Dalam beleid ini masih mengatur harga jual listrik tak mengacu pada biaya pokok penyediaan (BPP). Padahal, BPP ini sangat memberatkan pengusaha.
"Dari awal, BPP memang tidak mendapat dukungan dari para pelaku usaha. Karena itu dalam draft Perpres, terminologi itu tidak direkomendasikan untuk diteruskan," tutur Surya.
Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia Prijandaru Effendi berpendapat munculnya beleid baru nomer 4 tahun 2020 ini merupak Permen sementara sembari menunggu keluarnya Perpres EBT.
Adapun beleid baru ini mengatur terkait proses pembelian melalui penunjukan langsung.
Lalu pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) waduk Kementerian PUPR ditunjuk langsung melalui penugasan. Hal itu juga sama untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dengan penugasan.
Selain itu, proyek Kementerian ESDM, hibah dan lainnya penunjukan langsung melalui penugasan.
"BOOT tidak diatur jadi bebas. Yang sudah PPA (Power Purchase Agreement), BOOT-nya bisa ditinjau ulang," ucapnya.
Prijandaru mengusulkan untuk pengusaha panas bumi yang telah melakukan BOOT, boleh dilakukan negosiasi ulang. Ke depan, BOOT ini bukan suatu keharusan lagi tetapi dapat menggunakan Build Own and Operate (BOO).
Sementara itu, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Harris mengatakan sejak awal Permen ESDM Nomer 4 tahun 2020 ini disiapkan sebagai konsep revisi permen sebelumnya nomer 50 tahun 2017 dan juga sebagai draft Perpres. Adapun saat ini proses penyusunan Perpres masih berjalan.
"Permen 4/2020 tidak banyak berbeda dengan Permen 50/2017 kecuali terkait penunjukan langsung, penghapusan BOOT, PLTA dari bendungan existing, PLT EBT Hibah, dan PLTSa," katanya.
Adanya beleid baru ini diharapkan dapat menyelesaikan beberapa hambatan regulasi terkait EBT.