Bisnis.com, JAKARTA – Ekonomi Jepang mengalami perlambatan pada kuartal IV/2019, menunjukkan kerentanan bahkan sebelum virus corona mengancam negara ke jurang resesi.
Data Kantor Kabinet yang dirilis Senin (9/3/2020) menunjukkan Produk Domestik Bruto menyusut 7,1 persen pada kuartal IV/2019 secara year-on-year. Lebih rendah dibandingkan estimasi ekonom yang disurvei Bloomberg yang memperkirakan penurunan 6,6 persen dan proyeksi pemerintah sebesar 6,3 persen.
Dibandingkan kuartal sebelumnya, PDB tercatat menyusut 1,8 persen. Sementara itu, konsumsi swasta turun 2,8 persen, sedikit lebih baik dari perkiraan ekonom sebesar 2,9 persen. Adapun investasi bisnis menurun sebesar 4,6 persen, lebih rendah dari perkiraan analis sebesar minus 4,2 persen.
Dilansir dari Bloomberg, penurunan pengeluaran konsumen setelah kenaikan pajak penjualan dan turunnya investasi bisnis dari perkiraan awal menjadi penyebab menyusutnya PDB pada kuartal terakhir 2019 tersebut. Ini juga merupakan kontraksi paling tajam sejak kenaikan pajak sebelumnya pada tahun 2014.
Lemahnya data ekonomi Jepang menunjukkan kerapuhan ekonomi bahkan sebelum penyebaran virus corona (Covid-19) menghantam rantai pasokan dan menekan pengeluaran konsumen yang sudah lemah akibat kenaikanpajak.
Semakin banyak analis yang memperkirakan ekonomi menyusut lebih dari 2 persen pada kuartal ini. Hal ini menjadi masalah bagi Perdana Menteri Shinzo Abe, yang sudah meluncurkan paket stimulus akhir tahun lalu.
Baca Juga
PM Abe diperkirakan mengumumkan langkah-langkah ekonomi darurat untuk menghadapi krisis akibat Covid-19, namun belum ada penjelasan lebih rinci mengenai jenis stimulus tersebut.
Kinerja kuartal IV yang buruk memicu kecaman bahwa Abe tidak melakukan cukup upaya untuk meredam dampak dari kenaikan pajak. Dia mungkin perlu mengumumkan paket pengeluaran besar lainnya, terutama jika tingkat dukungan terhadapnya terus turun.
Ekonom Bloomberg, Yuki Masujima, mengatakan dengan ekonomi di bawah tekanan baru dari virus corona, kontraksi lanjutan diperkirakan terjadi pada kuartal pertama tahun 2020.
“Ekonomi terancam dalam resesi, yang berarti pemerintah dan bank sentral akan berada di bawah tekanan untuk meningkatkan stimulus," ungkapnya, seperti dikutip Bloombeg.
Kelemahan ekonomi yang berkelanjutan juga menciptakan dilema bagi Bank of Japan, yang sebagian besar menghabiskan amunisi kebijakannya. BOJ kemungkinan akan mempertimbangkan untuk memangkas proyeksi ekonomi secara keseluruhan pada pertemuan kebijakan pekan depan.
Dengan jumlah kasus Covid-19 dalam negeri yang terus meningkat, belum ada titik terang kapan Jepang akan keluar dari keadaan darurat dan bisnis dapat kembali normal.