Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengkaji Efektivitas Insentif Bagi Destinasi Super Prioritas

Pemerintah dinilai perlu mengalihkan sementara insentif wisata kepada destinasi super priortias yang belum selesai seutuhnya, ke sektor lain di sektor pariwisata.
Wisatawan mancanegara mengunjungi Pantai Mandalika, Kuta, Praya, Lombok Tengah, NTB, Selasa (10/10)./ANTARA-Ahmad Subaidi
Wisatawan mancanegara mengunjungi Pantai Mandalika, Kuta, Praya, Lombok Tengah, NTB, Selasa (10/10)./ANTARA-Ahmad Subaidi

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah diharapkan dapat menunda sementara pengembangan dan pemberian insentif terhadap lima destinasi pariwisata super prioritas sampai dampak wabah virus corona mereda.

Alih-alih memfokuskan dukungan untuk menggenjot pariwisata di lokasi-lokasi ini, pembiayaan yang disiapkan dinilai bisa dialihkan untuk sementara sebagai insentif ke destinasi yang potensial menjadi tujuan wisatawan domestik.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengemukakan bahwa pengembangan lima destinasi super prioritas sejatinya bukan masalah. Kendati demikian, dia menilai pos pembiayaan sejatinya bisa dimanfaatkan untuk sementara dalam optimalisasi potensi pariwisata di daerah.

"Kita perlu memperhatikan gelombang wisatawan nusantara pada libur Lebaran. Sebagian besar kunjungan ke daerah-daerah asal. Jadi pembangunan infrastruktur di daerah dimanfaatkan saat arus mudik. Untuk lima destinasi tersebut, di tengah kondisi ini bisa saja ditunda terlebih dahulu. Mungkin anggaran bisa digunakan untuk prioritas lain. Begitu sudah selesai, kita kembali ke jadwal awal [pembangunan pariwisata]," kata Maulana ketika dihubungi Bisnis, Senin (9/2/2020)

Seperti diketahui, lima destinasi super prioritas yang terdiri atas Borobudur, Danau Toba, Labuan Bajo, Likupang dan Mandalika tercatat mulai dipromosikan per 1 Januari 2020 meskipun baru infrastruktur dasar yang dirampungkan.

Adapun dalam pengembangan lima destinasi ini, pemerintah telah menyiapkan anggaran dengan nilai lebih dari Rp15 triliun yang terdiri dari anggaran Kementerian PUPR senilai Rp8,8 triliun, Kementerian Perhubungan senilai Rp2,95 triliun dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif senilai Rp5,27 triliun.

Pemerintah bisa mengambil langkah strategis untuk menjaga pergerakan wisatawan Nusantara sebagai subtitusi terkoreksinya pemasukan dari wisataman mancanegara di tengah kekhawatiran wabah virus corona. Dalam menangkap peluang tersebut, dia mencatat terdapat sejumlah aspek yang perlu diperhatikan.

Gelombang pergerakan wisatawan domestik di Tanah Air sendiri disebutnya cenderung berfokus pada tiga musim, yakni pada momen Lebaran, Natal dan Tahun Baru, dan libur sekolah. Lebih lanjut, Maulana pun memaparkan bahwa sifat pergerakan wisatawan pada setiap gelombang pun berbeda-beda.

"Pada libur Lebaran misalnya, masyarakat akan mudik ke daerah masing-masing. Pada saat seperti ini okupansi hotel di DKI Jakarta cenderung turun tetapi di luar Ibu Kota ada peningkatan karena masyarakat cenderung menikmati wisata daerahnya," ujarnya.

Guna menjaga pergerakan wisatawan domestik, Maulana mengatakan pemerintah sejatinya bisa menjadikan kondisi pada 2019 sebagai pembelajaran. Pada tahun lalu, target pergerakan wisatawan Nusantara dipatok lebih rendah dibandingkan 2018 dengan jumlah perjalanan dari 303,4 juta kali menjadi 275 juta kali. Penurunan target sendiri dilakukan menyusul harga tiket maskapai yang masih cukup tinggi.

"Tahun lalu lama durasi berkunjung pun berkurang karena banyak yang waktunya digunakan di perjalanan darat. Kondisi tahun lalu bisa menjadi pembelajaran," imbuh Maulana.

Hal senada pun diungkapkan oleh Ketua Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azhari. Dia menilai anggaran pengembangan lima destinasi prioritas seharusnya diarahkan untuk optimalisasi destinasi lain yang telah memiliki supply and demand.

"Perlu ada pengkajian ulang. Alokasi anggaran tersebut jangan untuk insentif ke destinasi prioritas saja. Pertimbangan masyarakat berwisata adalah destinasinya, jadi perlu optimalisasi destinasi lain dan kita bisa genjot koreksi pada 2020 pada 2021 mendatang," kata Azril.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper