Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konsumsi Listrik Sektor Industri Tumbuh Negatif. Kok Bisa?

PLN menyatakan bahwa konsumsi listrik sektor industri di Januari tahun ini lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 3,79 persen.
Warga melintas di dekat logo Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Jakarta, Rabu (12/2/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Warga melintas di dekat logo Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Jakarta, Rabu (12/2/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Konsumsi listrik sektor industri mengalami pertumbuhan negatif di Januari 2020 yakni sebesar minus 1,61 persen.

Executive Vice President Pemasaran dan Pelayanan Pelanggan PT PLN (Persero) Edison Sipahutar mengatakan konsumsi listrik sektor industri di Januari tahun ini lebih rendah bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 3,79 persen.

"Sektor industri yang tumbuh negatif konsumsi listriknya minus 1,61 persen, padahal Januari tahun lalu (y-o-y) konsumsi listrik industri mencapai 3,79 persen," ujarnya kepada Bisnis, Minggu (8/3/2020).

Rendahnya konsumsi listrik sektor industri di awal tahun ini dikarenakan turunnya pemakaian listrik di sektor industri tekstil, besi dan baja, kimia dan semen yang masing-masing tumbuh negatif sebesar minus 6,5 persen, minus 5,4 persen, minus 3,5 persen, dan minus 4,3 persen.

Deputy Head Komite Tetap Asia Pasific Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bambang Suwarso tak menampik rendahnya penggunaan listrik di sektor besi dan baja. Industri baja sebelumnya merupakan jenis industri kedua setelah tekstil yang banyak mengkonsumsi tenaga listrik PLN.

"Saat ini memang terjadi pertumbuhan negatif atas pemakaian listrik PLN oleh industri baja," katanya.

Menurutnya, konsumsi listrik industri besi dan baja sangat rendah di awal tahun ini dikarenakan adanya impor baja dari China yang diberikan tax rebate oleh pemerintah china atas barang tujuan ekspor. Hal ini berdampak pada harga yang lebih murah ketika tiba di Tanah Air sehingga menyebabkan konsumen dan pedagang baja memilih untuk membeli secara impor.

Selain itu, adanya ekosistem pengadaan bahan baku baja yang meliputi tata niaga perdagangan yang kurang mendukung industri baja juga menyebabkan satu tahapan proses industri baja tidak lagi dilakukan oleh pabrik baja di Indonesia.

"Ini sebagai akibat pengklasifikasian bagian limbah yg semula diimpor dan diolah dalam proses awal sebagian dikategorikan sebagai B3, bahan berbahaya. Pelaku industri terpaksa berurusan dengan Kementerian Lingkungan Hidup, Polri dan aparat penegak hukum lain. Kita sebagai pelaku akhirnya tidak lagi proses dari bahan baku sebagaimana sebelumnya," terangnya.

Bambang menuturkan para pelaku usaha baja akhirnya melakukan pembelian billet baja. Billet baja merupakan material semi finished atau barang setengah jadi yang akan diolah dalam wire rod mill untuk menjadi wirerod atau gulungan kawat.

"Akibat hal ini maka satu tahap produksi tidak dilakukan lagi sehingga terjadi penurunan dari pemakaian listrik PLN yang dilakukan selama ini," ucapnya.

Selain itu, dampak banjir pada awal 2020 dan minggu ketiga Februari 2020, serta virus Corona yang mengurangi dan menutup interaksi dari China sebagai supply chain terbesar atas industri kemungkinan besar akan mempengaruhi konsumsi listrik industri Tanah Air.

"Terjadi penurunan produksi baja di awal tahun, yang tidak sesuai atau lebih kecil dibanding kapasitas terpasang," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper