Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani: Risiko Krisis Virus Corona Lebih Kompleks Dibandingkan 2008

Sri Mulyani melihat risiko krisis ekonomi dari wabah virus corona memiliki karakter yang berbeda karena dapat menghentikan mobilitas masyarakat secara total.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan terkait realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (19/3/2019)./ANTARA-Wahyu Putro A
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan terkait realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (19/3/2019)./ANTARA-Wahyu Putro A

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai Covid-19 memiliki kompleksitas risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan krisis global 2008. Pasalnya virus tersebut memiliki kemampuan menghentikan aktivitas manusia secara masif yang pada akhirnya dapat memukul sektor riil.

Sri Mulyani menjelaskan pada 2008 krisis global disebabkan oleh lembaga keuangan, utamanya perbankan dan pasar modal. Sentimen kedua sektor itu yang memengaruhi stabilitas.

Covid-19 memiliki profil yang berbeda, karena dapat menghentikan mobilitas masyarakat. "Masyarakat tiba-tiba menjadi setengah lumpuhlah. Seperti sekolah ditutup, pabrik ditutup, orang kerja dari rumah. Itu kan tiba-tiba kotanya, aktivitasnya menjadi paralyze [lumpuh]," katanya di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/3/2020).

Lebih jauh, Sri Mulyani menjelaskan aktivitas masyarakat yang menurun akan menyebabkan produktivitas perusahaan ikut anjlok. Hal ini dapat berkembang menjadi pemutusan hubungan kerja sektor-sektor terdampak.

"Mulai airlines, hotel, dan sekarang industri manufaktur karena disrupsi dari barang-barang supply chain," katanya.

Lebih jauh lagi risiko gagal bayar pun akan membayangi industri perbankan. Kredit bermasalah yang menumpuk akan membuat bank tidak dapat melakukan ekspansi pembiyaan.

Sejauh ini pemerintah telah menggelontorkan Rp10,3 triliun guna menstimulus sektor riil untuk menghadapi dampak Covid-19 terhadap perekonomian. Anggaran itu digunakan untuk meningkatkan konsumsi masyarakat kurang sejahtera, menstimulus sektor properti, hingga menjaga roda bisnis sektor pariwisata tetap berputar.

Berkaca pada 2008, pemerintah menggelontorkan Rp73,1 triliun untuk menghadapi krisis global. Sebagian besar anggaran stimulus ini, atau Rp56,3 triliun menyasar sektor pajak dan kepabeanan dan sisanya untuk belanja negara.

Terkait hal tersebut, Menkeu membuka semua kemungkinan untuk meningkatkan alokasi anggaran stimulus. Saat ini, seluruh risiko tengah dihitung berdasarkan kebutuhan setiap sektor.

"Kami sedang hitung dan rancang ini, kalo sudah matang kami akan laporkan dan akan dibahas di kabinet," ujar Sri Mulyani.

Adapun sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pemerintah tengah menyiapkan stimulus covid-19 jilid II. Salah satunya, pemerintah akan memberikan relaksasi impor bahan baku guna mensubtitusi pasokan dari China. Airlangga belum merinci lebih jauh.

Presiden Joko Widodo menaruh perhatian khusus kepada efek Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia. Menurutnya, wabah virus tersebut membuat tantangan tahun ini menjadi sangat sulit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Khadafi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper