Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia baru saja mengumumkan lima kebijakan moneter tambahan untuk mengurangi dampak negatif penyebaran virus Corona (Covid-19) ke perekonomian domestik.
Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sabijantoro mengatakan rupiah terus melemah, meskipun sempat rebound, di antara mata uang Asia lainnya yang terkena dampak wabah virus Covid-19.
Sebagai contoh, Korea Selatan (won) dan China (yen) masing-masing terapresiasi sebesar 1,78 persen dan 0,84 persen, sejak mencapai level terlemah tahun ini pada 24 Februari. Di periode yang sama, rupiah justru terdepresiasi 3,6 persen.
Menurutnya, intervensi Bank Indonesia (BI) untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan imbal hasil obligasi (yield), termasuk lelang balik senillai Rp2 triliun pada hari ini (2/3/2020), memang fokus untuk memperbaiki permintaan pasar.
"Investor asing di pasar obligasi dan ekuitas, baru-baru ini telah mengubah kembali aset rupiah ke dolar Amerika karena penyebaran lebih lanjut dari Covid-19 yang memicu momentum risk-off," katanya dalam riset yang diterima Bisnis, Senin (2/3/2020).
Di sisi pasokan, Satria mengungkapkan eksportir komoditas primer seperti kelapa sawit (CPO) dan batubara adalah pemasok valas alami di pasar mata uang.
Namun, pendapatan eksportir di sektor perkebunan dan pertambangan melorot seiring karena gangguan pengiriman ke China. Tak bisa dipungkiri, penyebaran virus corona dari Wuhan ke berbagai wilayah di China, mengurangi permintaan bahan baku komoditas Indonesia karena banyak pabrik yang belum beroperasi.
"Sangat disayangkan, rupiah tidak bisa bertahan dari tekanan, baik dari sisi supply maupun demand, di pasar valas," imbuhnya. Nilai tukar rupiah, sore ini (2/3/2020), berhasil membukukan rebound dan berakhir terapresiasi 53 poin atau 0,37 persen di level Rp14.265 per dolar AS.
BI akan menjalankan lima kebijakan untuk menangkal dampak virus corona di Indonesia. Pertama, BI meningkatkan intensitas intevensi di pasar keuangan.
Kedua, BI menurunkan rasio giro wajib minimum (GWM) valuta asing bank-bank umum konvensional yang sebelumnya 8 persen dari DPK sekarang 4 persen dari DPK.
Ketiga, BI menurunkan GWM rupiah sebesar 50 bps yang ditujukan kepada perbankan yang melakukan kegiatan ekspor dan impor yang tentu saja dalam pelaksanaan berkoordinasi denga pemerintah.
Keempat, BI memperluas jenis dan cakupan underlying transaksi bagi investor asing di dalam melakukan lindung nilai, termasuk domestic non-delivery forward (DNDF).
Kelima, BI menegaskan investor global dapat menggunakan bank kustodian, baik global maupun domestik, dalam melakukan investasi di Indonesia.