Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai perlu ada pendalam industri pada industri logam, khususnya nikel, di dalam negeri. Pasalnya, hampir seluruh industri logam, termasuk nikel, memiliki kekosongan proses produksi di industri antara.
Kepala SubDirektorat Industri Logam Bukan Besi Kemenperin Bimo Pratomo mengatakan, pemerintah telah melakukan perencanaan jangka panjang terhadap pendalam industri nikel nasional. Adapun, salah satu langkah yang dapat menopang hal tersebut adalah pembatasan ekspor nickel ore pada tahun lalu.
"Untuk smelter itu sudah tumbuh, pengembangan di hulu sudah selesai. Jadi mungkin hilirisasinya [yang sekarang harus dijalankan]. Kami [menargetkan industri nikel nasional bisa] memproduksi produk-produk hilir seperti baterai dan stainless steel sampai ke alat masak," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (28/2/2020).
Bimo berujar pabrikan dalam negeri telah berhasil menjadi produsen baja nirkarat terbesar di dunia. Namun demikian, lanjutnya, pabrikan pengguna baja nirkarat lokal masih melakukan impor lantaran kualitas produksi baja nirkarat nasional yang terlalu tinggi
Bimo menjelaskan bahwa baja nirkarat yang diproduksi di PT Indonesia Morowali Industrial Park merupakan baja dengan kadar nikel yang tinggi sebagai bahan baku pipa untuk kebutuhan ekstrem di pabrik kimia maupun petrokimia. Kemenperin, lanjutnya, kini melakukan kajian permintaan dan pasokan untuk menarik investasi ke industri antara nikel di dalam negeri.
"Sekarang sebagian besar [produk hulu nikel] diekspor. Kira-kira kebutuhan di dalam negeri berapa? Saya yakin banyak. [Setelah kajian tersebut rampung] nanti dipetakan industri apa yang dibutuhkan di dalam negeri [untuk pendalaman industri nikel nasional]," ujarnya.
Baca Juga
Di sisi lain, Bimo menyampaikan tantangan yang dialami oleh sektor pertambangan nikel adalah minimnya smelter pengolah bijih nikel berkadar rendah. Selain itu, lanjutnya, smelter yang umum ditemukan di dalam negeri memiliki skala keekonomian jika menggunakan bijih nikel berkadar tinggi.
Bimo menyampaikan bijih nikel berkadar nikel rendah umumnya memiliki kadar kobalt yang tinggi. Adapun, kobalt merupakan salah satu bahan baku utama baterai kendaraan listrik.
"Di Indonesia, kobaltnya tidak dinilai. Sekarang, ada beberapa investor yang sudah mulai ancang-ancang [memproduksi] bijih nikel kadar rendah yang memiliki kadar kobalt rendah menjadi nikel sulfat dan kobalt sufat," katanya.
Namun demikian,lanjutnya, minimnya invetasi pada industri hilir nikel membuat hasil produksi nikel sulfat dan kobalt sulfat tersebut sementara akan diekspor lantaran pabrikan battery cell di dalam negeri belum rampung.