Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tanri Abeng dan Resep Lama Meruwat Perusahaan Negara

Cetak biru BUMN sudah dirumuskan sejak 22 tahun lalu. Namun, pengelolaan BUMN, termasuk restrukturisasi perusahaan pelat merah tidak pernah kontinu. Apa sebabnya?
GEDUNG KEMENTERIAN BUMN Bisnis/Himawan L Nugraha
GEDUNG KEMENTERIAN BUMN Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi salah satu topik hangat di era  kepemimpinan Erick Thohir. Dalam beberapa kesempatan, Erick maupun dua wakilnya kerap menyatakan rencana restrukturisasi BUMN, klasterisasi, pembentukan holding, dan aneka rencana lainnya.

Namun, wacana tersebut sebetulnya bukan barang baru. Sejak Kementerian BUMN dibentuk pada 1998, restrukturisasi adalah resep untuk meruwat perusahaan pelat merah. 

Sekitar 22 tahun lalu, Presiden ke-2 RI, Soeharto membentuk Kementerian Negara Pendayagunaan BUMN dalam Kabinet Pembangunan VII. Tanri Abeng yang kala itu menjabat sebagai Presiden Direktur Bakrie & Brothers diminta mengisi posisi menteri.

Beberapa hari sebelumnya, Soeharto menandatangani kerja sama dengan International Monetary Fund (IMF) demi mendapatkan bantuan utang. Pilihan ini diambil lantaran situasi sedang krisis moneter, inflasi tinggi, dan nilai tukar rupiah turun tajam.

Foto Soeharto dan Managing Director IMF Michel Camdessus kemudian dikenang banyak orang. Dalam foto itu, Soeharto sedang meneken dokumen dalam posisi membungkuk sedangkan Camdessus berdiri dengan bersilang dada.

Tommy Tersinggung Soeharto Disebut Guru Korupsi. Ahmad Basarah Terancam Dipolisikan
Tommy Tersinggung Soeharto Disebut Guru Korupsi. Ahmad Basarah Terancam Dipolisikan

Presiden Soeharto (kanan) dan Managing Director IMF Michel Camdessus saat menandatangani perjanjian IMF di Istana Negara

Muncul ketakutan karena Indonesia memiliki utang 17,36 miliar Special Drawing Rights (SDR) setara US$23,53 miliar atau sekitar Rp130 triliun. Namun, Soeharto meyakinkan rakyat Indonesia untuk tetap tenang karena pemerintah memiliki BUMN. Apa maksudnya?

“Pak Soeharto sudah mengatakan hal itu di televisi kalau masih ingat, ‘tenang kita memiliki banyak BUMN’, namun Pak Soeharto waktu itu belum menjelaskan korelasinya,” kata Tanri Abeng dalam Obrolan Pembaca Media Indonesia (OPMI) bertema Bedah Buku BUMN Hadir Untuk Negeri di Hotel Ashley Jakarta, Selasa (25/2/2020).

Dia menjelaskan bahwa maksud Soeharto kala itu adalah pemerintah memiliki banyak BUMN yang dapat membantu membayar utang tersebut. BUMN dapat menciptakan menghasilkan laba dan berkontribusi dalam membayar utang. Pilihan lainnya, BUMN dijual kepada swasta dan kemudian hasil penjualannya dipakai untuk membayar utang.

Namun, kondisinya saat itu membuat realisasi rencana itu tak mudah. BUMN tidak berada di bawah satu kementerian seperti sekarang. BUMN tersebar pada 17 Kementerian di Kabinet tersebut. Hal ini membuat Tanri kemudian mengajukan konsep pendirian Kementerian khusus untuk BUMN.

Pada 16 Maret 1998 akhirnya Kementerian itu terbentuk. Tanri menawarkan konsep penciptaan nilai melalui BUMN dengan tiga tahapan: restrukturisasi, profitisasi, dan privatisasi. Hal ini akan dilakukan melalui pembentukan 10 holding BUMN berdasarkan sektor.

“Restrukturisasi. That was the concept. Di sisi lain ada namanya utang IMF, fiskal Indonesia APBN-nya sedang parah. Banyak yang bilang, jangan tunggu privatisasi, jual saja semua. Saya bilang, Tidak! Kalau jual sekarang nilainya terlalu rendah,” jelasnya.

Pada mulanya rencana tersebut berjalan dengan baik. Bahkan, cetak biru atau blueprint restrukturisasi BUMN juga sudah dibuat sejak 1999 dengan bantuan konsultan top seperti McKinsey and Co. dan Boston Consulting Group.

Image result for tanri abeng site:bisnis.com
Image result for tanri abeng site:bisnis.com

Tanri Abeng, Menteri BUMN periode 1998-1999. Di BUMN, Tanri sempat ditunjuk menjadi Komisaris Utama Telkom dan Komisaris Pertamina.

Namun, umur Tanri sebagai Menteri tak berlangsung lama. Dia harus lengser setelah menjabat selama 1 tahun 6 bulan. Jabatannya kemudian diisi oleh nama Laksamana Sukardi. 

Menurutnya, restrukturisasi BUMN mandek karena tidak adanya kontinuitas program oleh setiap menteri. Di sisi lain, seringnya posisi Menteri BUMN berganti dalam setiap kabinet pemerintah menambah pelik persoalan.

Sudah ada delapan nama yang silih mengisi posisi Menteri BUMN setelah Tanri Abeng. Selama periode tersebut, tidak satupun nama dapat bertahan lebih dari 2,5 tahun. Namun, akhirnya rekor ini terpecahkan oleh Rini Soemarno yang dapat menyelesaikan jabatannya selama 2014—2019.

Dia mengatakan bahwa hal ini menunjukkan betapa pentingnya membebaskan pengelolaan BUMN dari intervensi politik. Kondisi seperti itu, menurutnya, hanya menghasilkan ketidakpastian kepada Menteri BUMN maupun para Direksi BUMN, bahkan para investor.

Dengan adanya intervensi politik, BUMN dikelola dengan pola pikir jangka pendek. Direksi lebih sibuk memanfaatkan kesempatannya kala duduk di pucuk kepemimpinan. Begitu pula Menteri yang mengisi posisi Tanri dulu.

“Tidak ada batasan waktu untuk orang berprestasi, dan yang profesional harusnya menterinya sendiri, kalau tidak dia akan terkontaminasi juga,” katanya.

Dia mengharapkan pemerintah saat ini dapat menyelesaikan persoalan akut yang membuat restrukturisasi tak jua rampung di tubuh BUMN. Dia berpesan kepada Erick Thohir untuk memilih orang-orang terbaik dan membiarkan mereka bekerja sebaik mungkin dalam manajemen BUMN.

Menteri BUMN dari Masa ke Masa

Nama Menteri

Periode

Tanri Abeng

Maret 1998 - Oktober 1999

Laksamana Sukardi

Oktober 1999 - April 2000

M. Rozy Munir

April 2000 - Oktober 2000

Laksamana Sukardi

Agustus 2001 - Oktober 2004

Soegiharto

Oktober 2004 - Mei 2007 

Sofyan Djalil

Mei 2007 - Oktober 2009

Musfata Abubakar

Oktober 2009 - Oktober 2011

Dahlan Iskan

Oktober 2011 - Oktober 2014

Rini M. Soemarno

Oktober 2014 - Oktober 2019

Erick Thohir

Oktober 2019 - Sekarang

Apa yang dibilang Tanri memang benar. Sejumlah BUMN punya nasib tak jelas. PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) dan PT Kertas Kraft Aceh (Persero). Nasib dua BUMN bagai hidup segan, mati tak mau.

Namun, ada juga beberapa BUMN yang berhasil keluar dari jurang kebangkrutan. Beberapa BUMN sukses melewati fase restrukturisasi lewat bantuan PT Perusahaan Pengelola Aset, perusahaan yang didirikan untuk mengelola aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional. PPA juga didirikan untuk merestrukturisasi atau revitalisasi BUMN dan pengelolaan aset BUMN.

Salah satu BUMN yang berhasil diruwat PPA adalah PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Perusahaan konstruksi ini sempat sekarat sebelum menjalani perawatan di PPA. Waskita sempat mengalami defisit akibat kelebihan pencatatan laporan keuangan 2004-2007

Pada 2010, PPA menyuntikkan modal sebanyak Rp475 miliar ke Waskita sehingga secara langsung saham Waskita dimiliki PPA. Pelan tapi pasti kinerja Waskita pulih hingga akhirnya IPO pada Desember 2012.

Dua bulan sebelum IPO, status Waskita kembali menjadi BUMN setelah saham PPA di Waskita dialihkan menjadi milik negara. Pengalihan ini diatur lewat peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2012. Kini, Waskita Karya tercatat sebagai perusahaan konstruksi dengan aset terbesar di Indonesia, yaitu Rp137,24 triliun per September 2019.

Dalam mimpi besarnya, dia mengharapkan BUMN dapat benar-benar hadir untuk negeri. BUMN diidamkannya penyeimbang pertumbuhan ekonomi di antara swasta dan  koperasi dan UMKM dalam proses penciptaan nilai dan pemerataan kesejahteraan.

“Saya percaya saya sealiran dengan Adam Smith, bahwa sesungguhnya kekayaan sebuah negara itu dihasilkan oleh pelaku ekonomi, it is the business create the value and wealth,” tukasnya.

Saat ini, hampir 22 tahun setelah Tanri pertama merumuskan konsep pengelolaan BUMN, restrukturisasi masih menjadi persoalan yang relevan. Menteri BUMN Erick Thohir berulang kali menegaskan pihaknya masih menggodok peta jalan restrukturisasi dalam versinya sendiri.

Dalam rapat dengar pendapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pekan lalu, Erick mengatakan bahwa turunan peta jalan itu baru mencapai sekitar 75 persen dan masih digodok dua konsultan yang tak asing lagi: McKinsey and Co. dan Boston Consulting Group.

Sejak 1998 hingga 2020, Kementerian BUMN telah berganti nama setidaknya tiga kali dan sembilan nama silih berganti mengisi kursi menteri. Selama itu pula, perumusan restrukturisasi berganti-ganti walau konsultannya 4L, lu lagi, lu lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rivki Maulana

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper